Peristiwa Hijrah Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah pada tahun 622 Masehi bukan sekadar migrasi fisik. Ia adalah sebuah masterpiece strategi, ketabahan, dan bukti nyata perlindungan Ilahi, yang pantas dikisahkan dengan semangat kepahlawanan.
Di tengah ancaman maut dari kaum Quraisy Makkah yang bertekad menghabisi beliau, Rasulullah SAW bersama sahabat setia, Abu Bakar Ash-Shiddiq RA, memilih jalur yang sungguh tak terduga. Alih-alih mengambil rute utama utara yang lebih cepat, ramai oleh kafilah dagang, dan memiliki banyak sumber air – namun juga diawasi ketat oleh musuh beliau justru memutar ke arah selatan. Sebuah keputusan brilian yang memanfaatkan pengetahuan medan dan psikologi musuh. Rute ini lebih panjang, terjal, dan sepi, namun menjadi tameng pertama keselamatan mereka.
Puncak ketegangan terjadi di Gua Tsur. Selama tiga hari tiga malam, Nabi dan Abu Bakar bersembunyi di kegelapan gua, sementara pasukan pencari Quraisy nyaris menemukan mereka. Bayangkan detik-detik genting itu: langkah kaki musuh terdengar dekat, sorot mata mereka menyapu mulut gua. Namun, di saat kritis itulah, mukjizat Allah turun. Seekor merpati dengan tenang bersarang dan bertelur di depan mulut gua. Seekor laba-laba dengan cepat menenun jaringnya yang rapuh namun sempurna menutupi pintu masuk. Dua tanda alamiah ini menjadi “penjaga gaib”. Para pengejar yang melihatnya berpikir, “Mustahil ada orang masuk ke dalam, jaring tak rusak, burung pun tak terganggu.” Dengan frustrasi, mereka pun pergi. Perlindungan Allah (Ma’iyyatullah) hadir dalam wujud paling nyata, menyelamatkan nyawa Sang Pembawa Risalah dan sahabatnya dari ujung pedang.
Setelah melewati ujian di Tsur, perjalanan heroik berlanjut. Beliau beserta Abu Bakar RA. memilih rute pesisir yang lebih sepi, melewati Usfan dan Khuza’ah. Tantangan kembali datang. Suraqah bin Malik, seorang pemburu hadiah yang tangguh, mengetahui kabur mereka dan mengejar dengan kuda terbaiknya. Saat hampir menyentuh Nabi SAW, kuda perkasa Suraqah itu terperosok berkali-kali ke dalam pasir hingga hanya menyisakan debu dan keputusasaan. Di depan mata Suraqah, kaki kudanya seolah ditelan bumi. Keajaiban ini menyentuh kalbunya. Ia tersadar, ini bukan manusia biasa yang ia kejar. Dengan jiwa bergetar, Suraqah memohon ampun dan menghentikan pengejarannya. Bukan lagi pengejar, ia bahkan menjadi pelindung diam-diam, memastikan rombongan kecil itu aman melanjutkan perjalanan di wilayah Khuza’ah.
Di tengah kelelahan perjalanan gurun yang memayahkan, mereka singgah di kemah Ummu Ma’bad, seorang wanita Badui. Meski kehausan dan kelaparan, akhlak mulia Nabi SAW tak luntur. Sikapnya yang penuh welas asih, tutur katanya yang lembut, dan pancaran wajahnya yang penuh wibawa, membuat Ummu Ma’bad terpesona. Dengan kata-kata puitis yang harum sepanjang zaman, ia menggambarkan fisik dan akhlak Rasulullah: “…Cahaya wajahnya bersinar, tutur katanya indah, perawakannya sempurna… Tak pernah kulihat orang sepertinya sebelumnya.” Pertemuan singkat ini menjadi saksi bisu keagungan pribadi Sang Nabi, bahkan di tengah ujian terberat.
Setelah menempuh perjalanan dakwah sejauh 450 kilometer dengan segala rintangan, titik terang akhirnya terlihat. Rasulullah SAW tiba di Quba, pinggiran Madinah. Di sinilah, sebagai langkah monumental pertama membangun peradaban baru, Masjid Quba didirikan. Batu pertama diletakkan oleh tangan beliau sendiri, menjadi simbol persatuan dan titik tolak masyarakat Islam yang mandiri. Beberapa hari kemudian, dengan iringan kegembiraan dan shalawat yang menggema dari penduduk Madinah (kaum Anshar), Nabi Muhammad SAW memasuki kota Yatsrib, yang sejak saat itu berubah menjadi Madinah Al-Munawwarah (Kota yang Bercahaya).
Sambutan heroik penduduk Madinah bukan sekadar euforia. Ia adalah puncak dari perjuangan panjang, kecerdikan strategi, ketabahan luar biasa, dan bukti tak terbantahkan perlindungan Allah SWT. Hijrah ini bukan akhir perjalanan, melainkan awal zaman baru. Peristiwa agung inilah yang kemudian diabadikan sebagai tonggak penanggalan Islam, Kalendar Hijriah, mengingatkan setiap muslim akan semangat pengorbanan, kepasrahan pada Allah, dan perjuangan tanpa henti menegakkan kebenaran dan keadilan. Hijrah Nabi SAW adalah epik kepahlawanan sejati, yang mengubah jalannya sejarah dunia selamanya.