Makkah, Arab Saudi – Jamaah Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU) Al-Kautsar Kota Pasuruan menghadapi tantangan tak terduga terkait pembayaran dam atau hadyu saat menunaikan ibadah haji Tamattu di Makkah. Kejadian ini menyoroti pentingnya transparansi dan kehati-hatian dalam pengelolaan keuangan, terutama dalam konteks ibadah haji yang melibatkan dana besar dan kepercayaan umat.
Awalnya, KBIHU Al-Kautsar telah merencanakan pembayaran dam sebesar 580 Real per orang melalui Bank Al Rajhi. Namun, setibanya di Makkah, bank tersebut mematok harga yang lebih tinggi, yaitu 720 Real. Kenaikan harga yang signifikan ini tentu saja menimbulkan kebingungan dan kekhawatiran di kalangan jamaah. Dengan jumlah 28 jamaah, selisih total yang harus ditanggung mencapai lebih dari 3.920 Real, sebuah angka yang tidak sedikit.
Menghadapi situasi ini, jamaah Al-Kautsar bersepakat untuk mencari solusi alternatif. Mereka memutuskan untuk meminta bantuan kepada Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Arab Saudi, yang sejak awal telah mematok harga dam yang lebih kompetitif, yakni 620 Real per orang. Keputusan ini menunjukkan langkah proaktif jamaah dalam mencari penyelesaian yang paling menguntungkan di tengah situasi yang mendesak.
Akhirnya, perwakilan dari PCIM Saudi Arabia, Ustaz Fazal, datang langsung ke hotel tempat jamaah menginap untuk membantu menyelesaikan urusan dam ini. Namun, ada satu hal yang menarik perhatian: Ustaz Fazal meminta agar transaksi pembayaran dam dilakukan di dalam kamar. Permintaan ini, yang mungkin terlihat tidak biasa, dijelaskan oleh Ustaz Fazal dengan tegas.
“Urusan uang di Saudi, ketat, jarang terjadi transaksi uang offline yang terbuka, sudah sistem online untuk kontrol pemerintah,” jelas Ustaz Fazal. Pernyataan ini memberikan gambaran jelas mengenai kebijakan keuangan yang sangat ketat di Arab Saudi, di mana sebagian besar transaksi finansial sudah beralih ke sistem daring untuk meminimalisir praktik-praktik ilegal dan memastikan transparansi. Kebijakan ini, meskipun bertujuan baik, bisa jadi sedikit membingungkan bagi mereka yang belum terbiasa dengan sistem keuangan yang begitu terdigitalisasi.
Kejadian ini secara tidak langsung mengingatkan akan pentingnya manajemen keuangan yang serius dan akuntabel. Seperti yang pernah disampaikan oleh Rektor Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Dr. Hidayatullah, “jika ingin berkembang, maka mengelola keuangan harus sangat serius.” Ucapan ini sangat relevan dalam konteks penyelenggaraan ibadah haji, di mana kepercayaan jamaah adalah aset paling berharga.

Peristiwa yang dialami jamaah KBIHU Al-Kautsar ini menjadi hikmah ke-16 dalam perjalanan mereka, menyoroti tantangan yang mungkin timbul terkait pengelolaan dana haji di tanah suci. Ini bukan hanya tentang selisih harga, melainkan juga tentang pentingnya informasi yang akurat sejak awal, perencanaan keuangan yang matang, dan kemampuan untuk beradaptasi dengan sistem keuangan lokal yang mungkin berbeda. Lebih dari itu, pengalaman ini menggarisbawahi perlunya transparansi penuh dalam setiap transaksi keuangan yang melibatkan dana jamaah, demi menjaga integritas dan kepercayaan.
Wallahu a’lam.