Majelis Tabligh Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menggelar Konsolidasi Akbar Dakwah Muhammadiyah secara daring pada Selasa, 14 Oktober 2025, yang melibatkan hampir seribu peserta dari seluruh tingkatan persyarikatan. Mengusung tema “Penguatan Tata Kelola Dakwah untuk Misi Peradaban,” konsolidasi ini berfungsi sebagai starting point yang sangat teknis untuk merombak sistem dakwah Muhammadiyah agar lebih profesional, terintegrasi, dan berorientasi pada masa depan.
Acara dibuka oleh Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, Fathurrahman Kamal, Lc., M.S.I., yang memaparkan visi jangka panjang dan prinsip dasar gerakan.
Visi 20 Tahun: Profesionalisasi dan Perlindungan Mubaligh
Dalam sambutan pengantarnya, Fathurrahman Kamal menekankan bahwa Majelis Tabligh harus menyiapkan “I’dad” (persiapan strategis) untuk 20 tahun ke depan di tengah dunia yang terus berubah. Ia mengingatkan bahwa dakwah harus dijadikan sebagai pusat gerakan ilmu, dakwah, dan pelayanan (service) terhadap umat.Poin krusial yang disoroti adalah upaya pembangunan ekosistem dakwah yang menghormati profesi seorang mubaligh (pendakwah).
“Bagaimana profesi seorang mubaligh itu dihormati betul, memiliki sistem, memiliki jangkauan seperti juga profesi-profesi yang lain… Mereka yang secara profesional mendapatkan hak-haknya. Bila perlu lebih jauh, itu diproteksi oleh peraturan,” ujar Fathurrahman Kamal, mengisyaratkan langkah tegas untuk memastikan kesejahteraan pendakwah tidak lagi hanya bergantung pada pemberian amplop semata.
Amanat Muktamar dan Integrasi Tata Kelola
Sesi teknis dilanjutkan oleh Dr. Waluyo, Lc., M.A., yang memaparkan cetak biru integrasi dakwah. Dr. Waluyo menjelaskan bahwa konsolidasi ini bertujuan untuk menyamakan persepsi dakwah dari tingkat Pusat hingga Ranting, sekaligus menindaklanjuti Amanat Muktamar Solo ke-48 terkait standarisasi manajemen tabligh.
Muhammadiyah kini menempatkan Masjid dan Musala sebagai Amal Usaha (AUM) di bawah kendali Majelis Tabligh. Mandat baru ini menuntut penataan kelembagaan yang komprehensif:
KMM (Komite Mubaligh Muhammadiyah): Wajib dibentuk di setiap tingkatan oleh Majelis Tabligh sebagai wadah pembinaan.
DKM (Dewan Kemakmuran Masjid): Dibentuk di bawah kendali Majelis Tabligh untuk mengelola masjid secara profesional.
Integrasi LAZISMU: Majelis Tabligh mendesak agar segera didirikan Kantor Layanan LAZISMU berbasis Masjid Muhammadiyah. Pendapatan dari kantor layanan ini nantinya akan digunakan untuk menjamin kesejahteraan seluruh komponen dakwah—mulai dari Takmir, Mubaligh, Khatib, Imam, hingga Guru Madrasah Diniyah dan TPA.
Sertifikasi Wajib dan Data Dakwah (SITAMA)
Aspek terpenting dari profesionalisasi ini adalah penekanan pada sertifikasi dan penggunaan data. Dr. Waluyo mengumumkan program aksi dakwah nyata, di antaranya:
Pendidikan dan Pelatihan (Diklat): Majelis Tabligh mewajibkan adanya Diklat Mubaligh di setiap tingkatan.
Sertifikasi Mubaligh: Setelah Oktober 2025, akan dimulai sertifikasi wajib bagi seluruh Mubaligh Muhammadiyah. Syarat utamanya adalah memiliki NBM (Nomor Baku Muhammadiyah) dan telah lulus Diklat Mubaligh.
Sistem Informasi Tabligh Muhammadiyah (SITAMA): Sertifikasi dan registrasi akan terekam dalam sistem digital SITAMA, yang akan dibahas lebih lanjut di sesi berikutnya.
Kehadiran SITAMA sangat krusial, karena nanti Takmir Masjid tidak diperbolehkan menjadwalkan Mubaligh yang belum tersertifikasi.Langkah ini memperkuat komitmen Muhammadiyah untuk menyebarluaskan Islam dalam paham Tarjih, memastikan kualitas pendakwah, dan membangun basis-basis keilmuan dakwah yang terukur.
Konsolidasi Akbar ini berfungsi sebagai penegasan bahwa dakwah di Muhammadiyah akan bergerak maju dengan sistem yang rapi, profesional, dan fokus pada misi peradaban bangsa.