Kopi bukan sekadar minuman berkafein yang membangkitkan semangat pagi. Di balik seduhan hangatnya, tersimpan sejarah panjang dan mulia yang berakar dari dunia Islam, jauh sebelum dikenalkan ke Eropa atau bahkan masuk ke Nusantara melalui Belanda.
Asal usul kopi, mematahkan narasi populer yang menyederhanakan kopi sebagai sekadar “penemuan Barat”. Sejarah kopi yang otentik bermula dari kawasan Habasyah (Ethiopia modern), khususnya daerah Kaffa, yang namanya kemudian diyakini menjadi akar kata coffee dalam bahasa Inggris.
Namun, yang lebih menarik adalah sosok di balik penemuan ini. Bukan sekadar penggembala kambing yang kebetulan melihat kambingnya lebih aktif setelah memakan buah kopi, seperti yang sering diceritakan dalam versi Barat, melainkan seorang ‘alim (orang berilmu) bernama Syekh Khalid. Beliau disebut sebagai seorang murabit, yakni penjaga perbatasan umat Islam, yang bermunajat kepada Allah SWT untuk mencari sesuatu yang bisa membantunya berjaga dan tetap terjaga di malam hari demi ibadah. Dari doa dan upayanya, ia menemukan manfaat luar biasa dari buah kopi.
Proses awal menikmati kopi pun tidak sederhana. Butuh delapan jam untuk mengekstrak sari kopi dari buahnya secara manual sebelum penemuan teknik roasting dan penggilingan. Barulah setelah abad ke-15, pada masa Kesultanan Turki Utsmani, metode penyeduhan mulai berkembang lewat alat seperti ibrik—cikal bakal kopi tubruk yang kita kenal hari ini.
Kopi juga sempat dianggap “haram” oleh otoritas keagamaan Kristen Eropa di abad ke-17, lantaran diasosiasikan dengan umat Muslim. Fatwa gereja menyebut kopi sebagai “minuman iblis” hingga akhirnya Paus Clement VIII membaptisnya agar dapat dikonsumsi oleh umat Kristen. Ironisnya, kopi baru diperkenalkan secara legal di Belanda pada pertengahan abad ke-17, jauh setelah umat Islam mengembangkan budaya dan keilmuan seputar kopi selama berabad-abad.
Belanda kemudian membawa kopi ke Nusantara, menanamnya secara besar-besaran di Jawa, namun sejarah mencatat bahwa masyarakat Jawa sebenarnya sudah mengenal kopi jauh sebelumnya. Bahkan, dalam budaya perkerisan, terdapat motif pamor “Sekar Kopi” yang menunjukkan betapa kopi telah menjadi bagian dari tradisi lokal.
Sejarah kopi sangat dalam, bahkan ideologis. Kopi lahir dari semangat ibadah dan pengabdian, bukan sekadar selera atau gaya hidup.
Di tengah tren global kopi modern seperti latte dan espresso, kopi tubruk tetap menjadi warisan lokal yang sarat makna. Menyeruput kopi tubruk adalah menyambung kisah panjang peradaban Islam dan budaya Nusantara yang saling bertaut sejak ratusan tahun lalu.
ini menjadi pengingat bahwa budaya minum kopi Indonesia bukanlah adopsi Barat, tapi bagian dari jati diri bangsa yang patut dihargai dan dijaga. Sebuah cangkir kopi, sesungguhnya menyimpan jejak peradaban.