Malam itu, sekelompok jamaah haji yang terdiri dari lima orang memulai perjalanan spiritual penuh makna. Mereka meninggalkan hotel menuju Jabal Nur dengan taksi, sebuah bukit legendaris yang menjadi saksi turunnya wahyu pertama kepada Nabi Muhammad SAW. Setibanya di sekitar Museum Al-Qur’an, rombongan ini melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki menuju kaki Jabal Nur dan mengisi daftar hadir secara online sebelum mulai mendaki.
Meski jarak dari awal pendakian hingga puncak Jabal Nur, tempat Goa Hira berada, hanya sekitar 1,7 kilometer, medan yang terjal dan kemiringan yang awal landai, mendekat ke puncak menjadi ekstrem membuat perjalanan ini terasa berat. Di tengah semangat yang membara, rombongan beberapa kali harus berhenti mengatur napas, menenangkan lutut yang terasa panas, dan mengumpulkan kembali tenaga.
Beruntung, suasana malam memberi berkah tersendiri. Udara sejuk dan langit yang cerah memberikan kenyamanan tersendiri bagi para pendaki. Namun, tantangan fisik tetap ada. Dua dari lima peserta akhirnya memutuskan untuk beristirahat di tengah jalan. Sementara itu, tiga peserta lainnya melanjutkan pendakian hingga puncak.
Sesampainya di atas, pemandangan kota Mekkah yang dihiasi lampu-lampu malam membuat siapa pun terpesona. Rombongan pun tak menyia-nyiakan momen ini. Mereka mendirikan sholat sunnah di atas bukit, sebagai bentuk syukur dan penghormatan terhadap jejak sejarah Islam. Tak lupa, kamera mereka merekam detik-detik mengharukan ini, antara kekaguman dan keheningan malam yang menenangkan.
Namun, perjalanan spiritual belum usai. Goa Hira yang menjadi tempat turunnya wahyu pertama ternyata berada sedikit di balik puncak, pada sisi yang sempit dan curam. Salah satu peserta pun dengan hati-hati turun menuju lokasi tersebut, menyusuri jalan kecil yang berliku.
Setibanya di mulut Goa Hira, ia bergabung dengan puluhan orang yang mengantri untuk melaksanakan sholat sunnah di tempat suci ini. Di dalam goa yang sempit itu, terdapat lubang kecil yang nyata mengarah langsung ke Masjidil Haram. Dari lubang inilah, umat Muslim dapat mengarahkan pandangannya ke kiblat secara tepat, seolah menghubungkan ruhani langsung ke Baitullah.

Di tempat inilah, sekitar 1.456 tahun yang lalu, Nabi Muhammad SAW menerima wahyu pertama dari Allah SWT melalui Malaikat Jibril. Dalam keheningan gua, terdengarlah perintah ilahi yang mengguncang sejarah umat manusia: “Iqra! Bacalah!”
Namun Muhammad, yang tidak bisa membaca, menjawab, “Saya tidak bisa membaca.” Perintah itu diulang, dan lagi-lagi dijawab hal serupa. Barulah ketika wahyu itu lengkap dengan seruan Ilahi, “Iqra bismirabbikal ladzi khalaq, Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan,” hati Muhammad terbuka dan beliau mengikuti perintah tersebut.
Peristiwa monumental ini bukan hanya menjadi tonggak kenabian, tetapi juga menandai dimulainya revolusi spiritual dan intelektual yang mengubah peradaban dunia. Dan malam itu, dalam diam dan doa, satu per satu jamaah kembali mengenang sejarah agung ini dari tempat wahyu pertama diturunkan.
Jabal Nur bukan sekadar bukit batu. Ia adalah saksi bisu perjalanan seorang manusia menuju kenabian, sebuah perjalanan sunyi yang hari ini masih menggema dalam jiwa jutaan umat Islam yang mendaki bukan hanya untuk melihat, tapi untuk merasakan.

Wallahu a’lam
Makkah, Kamis, 26 Jun 25