Menjelang peringatan 80 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, Ustadz Anang Abdul Malik menyampaikan khutbah jumat (8/8/2025) di Masjid At Taqwa Jagalan Pasuruan, mengangkat tema nasional tahun ini, “Bersatu, Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju.”
Menurutnya, tema ini adalah harapan bersama seluruh rakyat, namun harapan itu hanya akan terwujud jika ada upaya nyata untuk mewujudkannya. Bagi seorang Muslim, bersatu dan sejahtera bukan sekadar cita-cita, melainkan tuntutan iman.
Beliau menekankan bahwa membangun kebersamaan harus didasari saling menghormati, memahami, mengatur, dan mengasihi. Ustadz Anang memberi contoh kehidupan bermasyarakat di tingkat kampung, di mana keputusan bersama biasanya lebih bermanfaat dibanding keputusan sepihak. Sikap merasa “paling benar” atau “paling bersih” justru merusak persatuan.
Mengutip firman Allah dalam Al-Qur’an,
يٰۤاَ يُّهَا النَّا سُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَآئِلَ لِتَعَا رَفُوْا ۗ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَ تْقٰٮكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.”
(QS. Al-Hujurat 49: Ayat 13)
Beliau menegaskan bahwa perbedaan adalah keniscayaan. Allah menciptakan manusia beragam jenis kelamin, suku, dan bangsa agar saling mengenal. Ukuran kemuliaan di sisi Allah bukanlah keseragaman, melainkan ketakwaan — menjalankan semua perintah-Nya, termasuk membangun kebersamaan, saling memaafkan, dan menghindari sifat pemarah.
Ustadz Anang mengingatkan bahwa memaafkan sejati berarti menghapus luka tanpa menyisakan dendam. Orang yang suka marah, kata beliau, hanya akan meracuni dirinya sendiri dan hidupnya menjadi tidak nyaman. Sebaliknya, orang yang menebarkan kebahagiaan kepada orang lain akan menuai kebahagiaan pula bagi dirinya.
الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّآءِ وَا لضَّرَّآءِ وَا لْكٰظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَا لْعَا فِيْنَ عَنِ النَّا سِ ۗ وَا للّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَ
“(yaitu) orang-orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan.”
(QS. Ali ‘Imran 3: Ayat 134)
Rasulullah SAW menganjurkan agar seorang Muslim berusaha membahagiakan sesama, karena setiap kebaikan (hasanah) akan dibalas Allah dengan pahala berlipat ganda.
Beliau juga menegaskan bahwa semua amal saleh sejatinya kembali untuk kebaikan pelakunya. Jika bangsa ini terpecah dan terlemahkan, itu karena kepedulian dan aktivitas baik mulai luntur. Akibatnya, bukan hanya kita, tetapi juga anak cucu yang akan merasakan dampaknya.
Khutbah ditutup dengan doa agar Allah memberi kekuatan kepada umat Islam untuk terus melakukan yang terbaik demi diri sendiri, masyarakat, dan masa depan bangsa Indonesia.