Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Pasuruan, Ustaz Abu Nasir, menekankan bahwa Muhammadiyah telah bergerak melampaui perdebatan masalah-masalah ibadah dan kini fokus pada pembangunan peradaban. Hal ini disampaikan dalam acara Pembinaan Organisasi Kemasyarakatan Bidang Keagamaan oleh Bakesbangpol Kota Pasuruan di Aula PDM Kota Pasuruan, Kamis (28/8/2025).
Menurut Ustaz Abu Nasir, Islam harus dipahami dengan tiga pendekatan epistemologis:
- Bayaniyah: Memahami ajaran dari teks-teks Al-Quran dan Hadis.
- Burhaniyah: Menggunakan akal dan nalar untuk menafsirkan teks.
- Irfaniyah: Mengambil hikmah dan kearifan dari ajaran tersebut.
“Teks-teks Al-Quran dan hadis tidak serta merta diserap begitu saja,” ujarnya, “ada konteks yang harus dipahami untuk mengambil makna secara arif.”
Sinergi dengan NU dan Komitmen Kebangsaan
Ustaz Abu Nasir menyoroti sinergi yang kini terjalin antara Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU), yang ia sebut sebagai “dua sayap garuda” yang harus bersama-sama membangun persatuan dan kemandirian bangsa. Ia menyebut bahwa di tingkat pusat, kedua pimpinan ormas telah sepakat untuk membangun monumen persatuan, dan ia berharap hal ini dapat terwujud hingga ke tingkat daerah.
Ia juga menjelaskan konsep Darul Ahdi Masyaadah, yang berarti rumah kesepakatan dan persaksian. Konsep ini menegaskan komitmen Muhammadiyah untuk menjadikan NKRI sebagai satu-satunya “rumah” tempat berkarya dan mengabdi. Sebagai bentuk persaksian, Muhammadiyah terus menghasilkan amal usaha di berbagai bidang, mulai dari pendidikan, kesehatan, hingga sosial.
“Muhammadiyah sudah selesai dengan urusan ibadah,” tegasnya. Ia menyatakan bahwa urusan ibadah adalah ranah pribadi antara hamba dan Tuhan, sementara urusan antar-manusia adalah hal yang harus dibangun bersama. “Buat apa kita sibuk dengan ibadah, tapi sama tetangga tidak menyapa,” imbuhnya.
Pentingnya Membangun Mindset di Era AI
Ustaz Abu Nasir juga menyoroti tantangan besar di era digital, di mana doktrin-doktrin agama digugat oleh anak-anak muda. Ia menekankan bahwa kini tugas utama adalah menyiapkan generasi yang siap menghadapi masa depan, yang ia sebut “era ChatGPT dan AI.”
Ia berpendapat bahwa pondok pesantren dan madrasah harus beradaptasi. Menurutnya, yang dibutuhkan saat ini bukanlah doktrin semata, tetapi stimulasi kognisi, sensori, motorik, dan sosial agar anak-anak mampu menjadi pribadi yang utuh.
“PR besar bagi kita sekarang adalah bukan bagaimana kita ini menjadikan agama sebagai dasar hidup, karena itu sudah selesai. Tetapi urusan-urusan yang berkaitan dengan peradaban umat, membangun anak-anak bangsa menjadi anak-anak yang siap hidup di masa kini dan masa depan,” pungkasnya. Ia berpesan agar warga Muhammadiyah fokus pada karya dan amal usaha, alih-alih terpecah oleh isu-isu yang tidak produktif.