18 November 2025 nanti, Muhammadiyah mencapai usia 113 tahun sejak berdirinya pada 1912. Memasuki usia tersebut, organisasi Islam ini mengangkat tema “Memajukan Kesejahteraan Bangsa.”
Istilah “kesejahteraan” (welfare, prosperity) sendiri memiliki cakupan makna yang luas. Dalam bahasa, sejahtera berarti “hal atau keadaan sejahtera; keamanan, keselamatan, ketenteraman.” Secara umum, ia menunjuk pada kondisi hidup yang baik: manusia berada dalam keadaan makmur, sehat, dan damai.
Dalam bidang ekonomi, kesejahteraan berkaitan dengan keuntungan material serta memiliki makna teknis tertentu (fungsi kesejahteraan sosial). Sedangkan dalam kebijakan publik, “kesejahteraan sosial” mengacu pada pelayanan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, sebagaimana konsep negara sejahtera.
Melansir muhammadiyah.or.id, Haedar Nashir, Ketua Umum PP Muhammadiyah, mengatakan, terdapat dua tujuan utama dari tema tersebut. Pertama, gerakan Muhammadiyah diarahkan untuk semakin memperkuat dan memperluas ikhtiar dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Orientasi kesejahteraan yang dimaksud tidak hanya sebatas aspek sosial-ekonomi, tetapi juga berlandaskan pada kesejahteraan rohaniah (spiritual dan moral), sehingga menghasilkan kesejahteraan yang menyeluruh, baik lahir maupun batin.
Kedua, Muhammadiyah berkomitmen terus mendorong sekaligus mendukung kebijakan pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan umum sebagaimana amanat UUD 1945. Upaya itu diharapkan semakin nyata dan merata, terutama bagi seluruh lapisan masyarakat, dengan landasan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam sila kelima Pancasila.
Haedar menilai, Milad Muhammadiyah kali ini berlangsung di tengah dinamika kebangsaan yang rumit. Situasi tersebut menuntut adanya kesadaran kolektif dalam mewujudkan cita-cita nasional: Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
Sejak berdirinya, Muhammadiyah sudah berperan dalam kebangkitan nasional untuk kemerdekaan serta turut membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia. Komitmen kebangsaan ini terus diteguhkan berdasarkan nilai-nilai Islam, yang sejalan dengan cita-cita “Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur” — “Suatu negara yang indah, bersih suci dan makmur di bawah perlindungan Tuhan Yang Maha Pengampun.”
Haedar juga menegaskan bahwa Muhammadiyah memiliki tekad kuat untuk terus memajukan kesejahteraan bangsa, baik lahir maupun batin. Hal ini ditegaskan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah yang menjadi asas fundamental gerakan.
Di dalamnya terdapat pernyataan: “Masyarakat yang sejahtera, aman, damai, makmur, dan bahagia hanyalah dapat diwujudkan di atas keadilan, kejujuran, persaudaraan dan gotong-royong, bertolong-tolongan dengan bersendikan hukum Allah yang sebenar-benarnya, lepas dari pengaruh setan dan hawa nafsu.”
Selain itu, Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah (MKCH) juga memuat dasar filosofis yang menegaskan: “Muhammadiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada Rasul-Nya sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan seterusnya sampai kepada Nabi penutup Muhammad saw, sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa, dan menjamin kesejahteraan hidup materiel dan spiritual, duniawi, dan ukhrawi.”
Dalam Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah, terdapat enam belas langkah usaha yang salah satunya terkait erat dengan kesejahteraan, di antaranya:
- “(6) Memberdayakan kaum perempuan dalam bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan kesejahteraan sosial…”
- “(8) Memajukan perekonomian dan kewirausahaan ke arah perbaikan hidup yang berkualitas.”
- “(9) Meningkatkan kualitas kesehatan, pertolongan kemanusiaan dan kesejahteraan masyarakat.”
- “(10) Memelihara, mengembangkan, dan mendayagunakan sumber daya alam dan lingkungan untuk kesejahteraan…”
Haedar menjelaskan, “Muhammadiyah meletakkan kesejahteraan dalam konteks kehidupan bangsa yang memiliki kaitan substansial dengan perintah konstitusi kepada Pemerintah Negara sebagaimana terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yaitu ‘memajukan kesejahteraan umum’.”
Ia pun menambahkan bahwa setelah merdeka, bangsa Indonesia harus memastikan kemajuan kesejahteraan yang merata untuk seluruh rakyat, bukan hanya sebagian kelompok, apalagi kelompok kecil. Mengingat kesenjangan sosial-ekonomi masih menjadi persoalan, maka diperlukan kebijakan pemerintah yang strategis dan praktis guna mewujudkan kesejahteraan umum yang benar-benar luas dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia.