Roma, Italia – Populasi Muslim di Italia menunjukkan pertumbuhan signifikan dalam dua dekade terakhir, meski menghadapi tantangan sebagai negara dengan akar Katolik yang kuat. Dari hanya 2% pada 2005, jumlah Muslim meningkat menjadi sekitar 4,9% (2,7 juta jiwa) pada 2023. Namun, pertumbuhan ini tidak diimbangi dengan pengakuan resmi atau infrastruktur yang memadai, menciptakan dinamika unik bagi komunitas kedua terbesar setelah Kristen (74,5% Katolik).
Sejarah dan Gelombang Migrasi
Kehadiran Islam di Italia terbagi dalam dua fase. Fase pertama dimulai pada abad ke-9 saat Muslim menguasai Sisilia, membawa kemajuan pertanian dan budaya. Namun, penaklukan Norman dan tekanan gereja mengikis populasi Muslim hingga nyaris hilang pada abad ke-16.
Fase kedua dimulai pada 1980-an melalui gelombang imigrasi dari Afrika Utara, Asia, dan Timur Tengah. Antara 1999–2009, jumlah Muslim melonjak 130% (dari 520.000 menjadi 1,2 juta). Pada 2023, total Muslim mencapai 2,7 juta, dengan 1,52 juta di antaranya merupakan penduduk tetap (3,9% populasi), termasuk 417.000 warga negara Italia.
Tantangan Infrastruktur dan Pengakuan
Meski menjadi minoritas besar, Italia hanya memiliki 8 masjid resmi, jauh di bawah Prancis (2.200) atau Inggris (1.500). Ketidakadaan undang-undang pengakuan Islam menghambat pembangunan masjid, memaksa komunitas Muslim beribadah di gudang, garasi, atau pusat kebugaran yang disulap menjadi tempat ibadah.
Masjid Raya Roma, salah satu terbesar di Eropa, butuh waktu puluhan tahun untuk berdiri. Di Venesia, sebuah gereja kosong direnovasi menjadi masjid pada 2015. “Pembangunan masjid sering ditolak warga atau pemerintah lokal,” ujar perwakilan komunitas Muslim di Milan.
Hidup Sebagai Muslim di Italia
Tantangan sehari-hari meliputi kesulitan mengakses makanan halal (terutama di kota kecil) dan ketiadaan kebijakan khusus selama Ramadan atau hari raya. Idul Fitri dan Idul Adha tidak diakui sebagai libur nasional, sehingga banyak Muslim mengambil cuti atau merayakan secara sederhana. Penyembelihan hewan kurban juga harus mengikuti aturan ketat, menyulitkan komunitas tanpa akses ke rumah potong halal.
Di sisi lain, jumlah mualaf Italia terus meningkat—sekitar 70.000 orang sejak 2000. “Banyak yang tertarik pada spiritualitas Islam, meski tantangannya besar,” kata pemimpin Persatuan Komunitas Islam Italia.

Politik dan Diskriminasi
Kelompok konservatif kerap mengadvokasi kebijakan imigrasi ketat untuk membatasi pertumbuhan Muslim. Hingga kini, belum ada politikus Muslim yang berhasil masuk parlemen. Namun, survei Institut Statistik Nasional Italia (2024) menunjukkan penurunan partisipasi warga dalam kegiatan keagamaan—kurang dari 10 juta orang menghadiri gereja secara rutin. Sebanyak 64% warga mengaku tidak lagi aktif beragama, dengan 60% kecewa pada skandal lembaga keagamaan.
Masa Depan: Adaptasi dan Ketahanan
Meski penuh rintangan, komunitas Muslim Italia terus berinovasi. Supermarket di kota besar mulai menyediakan produk halal, dan salat Id kerap diadakan di taman atau stadion. “Kami berusaha menjaga tradisi, sambil berintegrasi dengan masyarakat Italia,” tutur seorang imam di Roma.
Pertanyaan kini adalah apakah Italia akan mengakomodasi hak-hak minoritas agama ini, atau tetap mempertahankan identitas Katolik yang kian sekuler. Jawabannya mungkin menentukan masa depan kohesi sosial di negara Mediterania ini.