Banyak orang beranggapan bahwa kunci utama untuk bisa diterima di sebuah perusahaan adalah kemampuan atau skill. Pandangan ini tidak sepenuhnya keliru. Dunia kerja memang sangat kompetitif. Perusahaan akan menilai calon karyawan dari apa yang mereka kuasai, mulai dari keahlian teknis, pengalaman kerja, hingga sertifikasi yang mendukung. Tanpa skill yang relevan, hampir mustahil seseorang bisa melewati tahap seleksi. Namun, ada hal lain yang sering terlupakan, yakni attitude. Jika skill adalah tiket masuk, maka attitude adalah cara untuk tetap duduk nyaman di kursi itu dalam jangka panjang.
Skill Sebagai Pintu Masuk
Bayangkan sebuah lowongan kerja yang mensyaratkan kemampuan mengoperasikan perangkat lunak tertentu atau menguasai bahasa asing. Di tahap rekrutmen, perusahaan tentu tidak bisa menilai seseorang hanya dari kepribadian atau sikap. Yang pertama kali ditimbang adalah kemampuan nyata. Skill yang terukur menjadi indikator awal bahwa seseorang memang layak dipertimbangkan.
Inilah sebabnya banyak orang berlomba-lomba menambah sertifikat, mengikuti kursus, atau memperbanyak pengalaman. Mereka sadar bahwa tanpa skill, peluang untuk sekadar dipanggil wawancara saja sudah tipis. Skill adalah faktor objektif, bisa diuji, bisa dibandingkan, dan bisa dipertanggungjawabkan.
Namun, skill hanya sebatas tiket. Saat seseorang sudah diterima di perusahaan, perjalanan sesungguhnya baru dimulai.
Attitude sebagai Pondasi Bertahan
Mengapa banyak karyawan yang pintar secara teknis, namun tidak bertahan lama di sebuah perusahaan? Jawabannya sederhana yaitu karena attitude mereka tidak mendukung. Attitude mencakup banyak hal, mulai dari kedisiplinan, kerendahan hati, keterbukaan terhadap kritik, kemampuan bekerja sama, hingga kejujuran sampai integritas.
Seorang karyawan bisa sangat mahir dalam bidangnya, tetapi jika ia sulit diajak bekerja sama, sering menunda pekerjaan, atau tidak mau menerima masukan, maka ia menjadi beban bagi tim. Skill tinggi justru kehilangan nilai ketika tidak diiringi dengan sikap yang baik. Perusahaan pada akhirnya akan lebih menghargai karyawan dengan skill standar namun memiliki attitude positif, daripada karyawan yang brilian tapi berperangai buruk.
Attitude pula yang membentuk budaya kerja. Perusahaan adalah ekosistem yang terdiri dari banyak individu. Budaya kerja yang sehat hanya bisa tercipta bila sikap karyawan saling mendukung. Seorang pemimpin pun tidak hanya mencari bawahan yang pintar, tetapi juga yang bisa dipercaya, mampu menjaga komunikasi, dan punya etika kerja yang konsisten.
Skill Bisa Dipelajari, Attitude Sulit Diubah
Ada perbedaan mendasar antara skill dan attitude. Skill adalah sesuatu yang relatif mudah dipelajari. Dengan waktu, sumber daya, dan kemauan, seseorang bisa meningkatkan keterampilannya. Kursus, pelatihan, bahkan belajar mandiri melalui internet bisa membuat orang menguasai banyak hal baru.
Sebaliknya, attitude adalah refleksi dari nilai, kebiasaan, dan karakter seseorang. Mengubahnya bukan perkara sehari – semalam. Attitude yang buruk sering kali berakar dari pola pikir dan perilaku yang telah terbentuk sejak lama. Karena itu, banyak perusahaan lebih memilih karyawan dengan attitude baik meski skill belum terlalu sempurna. Skill bisa diasah, tetapi attitude buruk akan sulit diperbaiki.
Harmoni Antara Attitude dan Skill
Bukan berarti kita hanya perlu mengandalkan attitude lalu mengabaikan skill. Dunia kerja tetap menuntut keahlian yang konkret. Namun, kesuksesan sejati datang ketika keduanya berjalan beriringan. Skill membuat seseorang memiliki nilai jual, sementara attitude menjadikannya sosok yang menyenangkan untuk diajak bekerja sama.
Bayangkan dua orang dengan skill yang sama tinggi. Yang satu disiplin, rendah hati, dan selalu membantu rekan kerja. Yang lain arogan, sering telat, dan tidak mau mengalah. Jelas perusahaan akan lebih menghargai yang pertama. Bahkan ketika promosi jabatan dipertimbangkan, attitude sering menjadi penentu. Posisi kepemimpinan, misalnya, lebih membutuhkan kemampuan membangun hubungan dan kepercayaan dibanding sekadar kecakapan teknis.
Penutup
Kesuksesan di dunia kerja tidak pernah hanya ditentukan oleh satu faktor. Skill memang penting sebagai pintu masuk, tetapi attitude adalah kunci untuk bertahan dan berkembang. Banyak cerita karyawan yang awalnya diterima karena skill, tetapi akhirnya diberhentikan karena attitude. Sebaliknya, ada pula yang masuk dengan skill pas-pasan, namun berhasil naik ke posisi strategis karena sikapnya yang positif, mau belajar, dan mampu membangun kepercayaan.
Pada akhirnya, attitude dan skill adalah dua sayap yang membuat karier bisa terbang tinggi. Tanpa salah satunya, perjalanan akan timpang. Maka, saat kita berusaha mengembangkan diri, jangan hanya mengejar kemampuan teknis. Latih juga sikap, nilai, dan etika kerja. Karena pada dunia nyata, bukan hanya apa yang kita tahu yang dihargai, melainkan juga bagaimana kita bersikap.