Ustadz Daniel M. Rosyid, dalam dialog pengajian di Masjid Darul Arqom, Kota Pasuruan pada Ahad pagi (10/8), menyoroti isu-isu krusial terkait pendidikan, ekonomi, dan sosial di Indonesia. Dialog ini menampilkan beragam pandangan dari jamaah dan dijawab secara mendalam oleh Ustadz Daniel.
Polemik Regulasi Dana Pendidikan
Salah satu isu utama yang dibahas adalah mengenai regulasi penggunaan dana pendidikan. Seorang penanya, yang juga seorang guru, mengeluhkan adanya ketidakjelasan dalam aturan pendanaan. Menurutnya, meskipun pemerintah pusat memiliki kebijakan makro, di tingkat daerah seringkali sekolah mengalami kesulitan.
“Ketika sekolah atau lembaga meminta atau menerima sumbangan dari masyarakat, itu jadi masalah,” keluh penanya, seraya menambahkan bahwa seringkali mereka harus berurusan dengan aparat penegak hukum.
Menanggapi hal ini, Ustadz Daniel M. Rosyid setuju bahwa masalah ini menunjukkan adanya kelemahan dalam instrumen teknokratik birokrasi. Ia berharap ada regulasi yang lebih jelas, misalnya dalam bentuk Peraturan Gubernur atau Peraturan Walikota, agar sekolah dapat memiliki dasar hukum yang kuat dalam mengelola dana partisipasi masyarakat.
Tiga Tantangan Utama yang Dibahas
Ustadz Daniel merangkum tiga tantangan besar yang dihadapi bangsa, yakni:
- Pendidikan yang Memerdekakan vs. Pragmatisme:
Seorang penanya mengkritik bahwa meskipun cita-cita pendidikan adalah memerdekakan, kenyataannya model pendidikan SMK yang ada saat ini cenderung pragmatis. Banyak lulusan SMK yang hanya bekerja dengan kontrak dua tahun dan tidak bisa mendapatkan pekerjaan permanen. Hal ini membuat mereka kesulitan membangun kehidupan yang stabil. Ustadz Daniel setuju bahwa pendidikan harus berfokus pada pembangunan karakter (character building) dan keterampilan berpikir kritis (critical thinking) daripada sekadar keterampilan vokasional. Ia menegaskan bahwa keterampilan praktis bisa dipelajari, tetapi kreativitas dan kemandirian adalah hal yang harus terus dikembangkan. Ia juga menyinggung potensi teknologi AI untuk mengambil alih pekerjaan vokasional, sehingga manusia harus fokus pada keterampilan yang tidak bisa digantikan robot. - Masalah Pasar dan Kesenjangan Ekonomi:
Dialog juga menyoroti masalah pasar yang dinilai belum adil. Ustadz Daniel mencontohkan bagaimana pedagang kecil, seperti petani, seringkali dipermainkan oleh importir dan monopoli pasar. Ia juga menyentil isu kristenisasi yang bisa terjadi melalui program-program B2B (business-to-business) jika tidak diatur dengan baik. - Dampak Teknologi dan Krisis Keluarga:
Isu penggunaan gawai pada anak-anak juga menjadi perhatian. Seorang penanya menyarankan adanya regulasi usia minimum penggunaan gawai, yang harus didukung oleh pemerintah hingga tingkat presiden. Menanggapi hal ini, Ustadz Daniel setuju dan menambahkan bahwa krisis ini bermula dari keluarga. Ia menekankan bahwa pendidikan akhlak dan karakter adalah tanggung jawab utama keluarga. Sekolah, menurutnya, hanya bersifat melengkapi. Ia juga menyarankan agar anak muda tidak menunda pernikahan, karena menikah adalah sekolah terbaik untuk melatih tanggung jawab dan kemandirian.
Pengajian diakhiri dengan seruan Ustadz Daniel agar umat Islam, khususnya di Pasuruan, mengambil peran aktif dalam memperbaiki kondisi bangsa. Ia mengajak para jamaah untuk tidak hanya fokus pada pendidikan formal, tetapi juga mengolah potensi lokal seperti pertanian. Ia juga menekankan bahwa peran pendidikan, baik formal maupun non-formal, harus benar-benar menghasilkan individu yang mandiri, berkarakter, dan siap menghadapi tantangan zaman.