Pasuruan – Pemerintah Kota Pasuruan menyelenggarakan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW dengan penuh khidmat. Acara yang berlangsung di Grahadika ini dihadiri para tokoh agama, pejabat daerah, serta masyarakat umum. Peringatan Maulid kali ini terasa lebih istimewa karena tidak hanya menekankan pada aspek seremonial, tetapi juga menghadirkan pesan moral dan keteladanan Rasulullah SAW yang relevan untuk kehidupan berbangsa dan bernegara.
KH Nukman bin KH Abdul Majid dalam tausiah utamanya menyampaikan betapa agungnya makna firman Allah dalam Al-Qur’an “Warofa’nā laka dzikrok” – “Kami tinggikan sebutan namamu (Muhammad).” Menurut KH Nukman, kemuliaan Nabi Muhammad SAW bukan hanya dalam kapasitasnya sebagai utusan Allah, tetapi juga sebagai teladan manusia yang paripurna dalam cinta tanah air, toleransi, dan kepemimpinan.
Beliau mencontohkan, bagaimana Nabi Muhammad SAW mengekspresikan jiwa kebangsaan ketika harus meninggalkan Mekkah akibat tekanan kaum musyrikin. Rasul dengan tegas menyatakan bahwa Mekkah adalah negeri yang paling dicintai Allah, dan beliau pun sangat mencintainya. “Seandainya aku tidak diusir oleh musuh Allah, maka aku tidak akan meninggalkan kota ini,” demikian pesan Rasulullah. Namun ketika tiba di Madinah, beliau mengajarkan para Muhajirin untuk mencintai kota baru itu, bahkan berdoa: “Ya Allah, jadikanlah kecintaan kami kepada Madinah sebagaimana Engkau jadikan kami mencintai Mekkah. Limpahkanlah berkah, rahmat, serta jauhkanlah kota ini dari segala penyakit.”
KH Nukman juga menekankan toleransi Nabi di Madinah. Saat itu, masyarakatnya sangat majemuk dengan adanya Yahudi, Nasrani, musyrikin, hingga golongan munafik. Rasulullah SAW tetap bersikap adil dan mengayomi semua pihak. Bahkan, karena besar kasih sayangnya, beliau sempat hendak menyolatkan Abdullah bin Ubay, tokoh munafik, meski kemudian Allah menegur melalui firman-Nya dalam QS. At-Taubah ayat 84, yang melarang Nabi menyolati jenazah orang munafik.
“Dari peristiwa ini, kita belajar bahwa Rasulullah adalah pemimpin penuh kasih, tetapi tetap tegas pada prinsip,” tutur KH Nukman. “Bagi umat Islam pada umumnya, tidak boleh menghakimi kemunafikan seseorang. Selama ia menampakkan keislamannya, ia tetap dihormati dan diperlakukan sebagaimana muslim lainnya.”
Dalam tausiah tersebut, KH Nukman juga menyinggung kepemimpinan Nabi. Rasulullah SAW diibaratkan seperti atap yang menaungi semua, menjadi pengayom bagi umatnya. Meski beliau penuh kasih, Rasul tetap tidak memberikan hak kepada orang yang salah secara mutlak, namun tetap memberi ruang bagi mereka untuk menyampaikan pendapat. Di sisi lain, Nabi tidak pernah menerima zakat atau sedekah, tetapi membolehkan hadiah. Ia pun selalu menutupi kesalahan bawahannya agar tidak menjadi aib di hadapan umum.
KH Nukman mengutip pesan Bung Karno: “Jika kalian berislam di bangsa Indonesia, maka jadilah Islam yang membumi di Indonesia, tidak harus menjadi bangsa Arab.” Menurutnya, semangat ini sejalan dengan teladan Rasulullah SAW yang mengajarkan cinta tanah air, sebagaimana beliau mencintai Mekkah dan Madinah.
Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Kota Pasuruan ini menjadi momentum penting untuk meneguhkan kembali bahwa keteladanan Rasulullah SAW harus terus dihidupkan. Nilai cinta tanah air, toleransi, kepemimpinan yang adil, serta keteladanan pribadi Nabi menjadi pedoman yang sangat relevan bagi umat Islam, khususnya dalam menghadapi tantangan kebangsaan dan kemasyarakatan masa kini. (*) Umar Effendi