• Kabar
  • Fakta Islam
  • Kajian
  • Opini
  • Sejarah
  • Fakta Unik

Topik Populer

  • Palestina
  • Dakwah
  • Perang Dagang

Ikuti kami

  • 12.8k Fans
  • 1.3k Followers
  • 2.4k Followers
  • 7.1k Subscribers
Pasmu
No Result
View All Result
  • Login
No Result
View All Result
KONTRIBUSI
ArtMagz
No Result
View All Result
  • Login
No Result
View All Result
No Result
View All Result
  • Kabar
  • Kajian
  • Opini
  • Sejarah
  • Fakta Islam
  • Khutbah
Home Opini

Pendidikan di Era Autopilot: Robotisasi Manusia atau Pencerdasan Bangsa?

Nurul Mawaridah oleh Nurul Mawaridah
1 bulan yang lalu
in Opini
0
2
SHARES
4
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter
[post-views]

Pendidikan Indonesia semakin mirip mesin autopilot: berjalan tanpa arah, tanpa jiwa, dan hanya memproduksi generasi yang terampil menghafal, tetapi gagap berpikir kritis. Sistem pendidikan kita telah berubah menjadi pabrik ijazah, di mana nilai di atas kertas lebih diagungkan daripada kemampuan nalar. Lulusan-lulusannya mungkin pandai mengisi lembar ujian, tetapi kosong ketika diminta menganalisis ketimpangan sosial atau merancang solusi kreatif untuk masalah nyata.

Sistem pendidikan kita sudah lama berubah menjadi ritual kosong—sekolah dan kampus hanya memproduksi lulusan yang terlatih mengejar nilai, tetapi buta nalar. Kurikulum yang padat hingga mencekik justru mematikan rasa ingin tahu. Siswa dipaksa menelan informasi mentah-mentah tanpa pernah diajak mengunyah, mencerna, apalagi mempertanyakan.

Guru-guru pun terjebak dalam siklus absurd: mengajar bukan untuk mencerdaskan, melainkan sekadar memenuhi tuntutan administrasi dan target ujian nasional. Hasilnya? Generasi yang mampu menjawab soal pilihan ganda, tetapi gagap ketika dihadapkan pada persoalan nyata.

Ironisnya, dunia pendidikan kita malah semakin terperosok dalam logika pasar. Sekolah dan kampus direduksi menjadi bengkel pencetak tenaga kerja murah, bukan ruang penumbuhan manusia merdeka. Akibatnya, pelajaran-pelajaran humaniora seperti sastra, seni, dan filsafat dianggap sampah karena dianggap tidak “menjanjikan” di pasar tenaga kerja. Padahal, justru bidang-bidang inilah yang melatih manusia untuk berpikir mendalam, merasakan penderitaan orang lain, dan menciptakan solusi-solusi humanis di tengah gempuran teknologi yang kian dehumanisasi.

Related Post

Image: Julia Goddard/Armstrong Institute of Biblical Archaeology

Siapa Nama Fir’aun Zaman Nabi Musa? Ini 2 Kandidatnya

3 Agustus 2025
Image made by AI Generate

Menggugat Kesepian di Era Politik Hukum: Peran Kritis Muhammadiyah

3 Agustus 2025

Bukan Sekadar Nama di KTA: Saatnya Kader Muhammadiyah Bicara, Bukan hanya Membaca

3 Agustus 2025

Kematian dari Perspektif Medis dan Syariah

3 Agustus 2025

Kurikulum yang overload, metode mengajar yang monoton, dan budaya menghafal ala quick fix telah membunuh daya kritis siswa. Guru-guru terjebak dalam rutinitas administratif dan target kelulusan, sementara murid-murid dicekoki rumus-rumus instan tanpa memahami esensinya. Hasilnya? Generasi yang fasih mengutip teori, tetapi gagap menghadapi realitas. Lihatlah betapa mudahnya hoaks menyebar, betapa dangkalnya debat publik, dan betapa minimnya inovasi yang lahir dari ruang kelas.

Lebih parah lagi, pendidikan kita terjebak dalam kubangan pragmatisme. Sekolah dan kampus dianggap hanya sebagai batu loncatan untuk mendapat pekerjaan, bukan sebagai ruang pengembangan manusia utuh. Akibatnya, mata pelajaran seperti seni, filsafat, atau sosiologi dipandang sebelah mata karena dianggap “tidak menghasilkan uang.” Padahal, justru disiplin inilah yang melatih manusia untuk berpikir holistik, merasakan empati, dan menciptakan makna di tengah dunia yang semakin mekanistik.

Jika ingin keluar dari kabut autopilot ini, pendidikan harus dibebaskan dari mentalitas assembly line. Guru perlu diberi ruang untuk mengajar dengan hati, bukan sekadar mengejar target kurikulum. Evaluasi pembelajaran harus beralih dari hafalan semata ke kemampuan analisis dan sintesis. Dan yang terpenting, pendidikan harus kembali pada tujuan dasarnya: menciptakan manusia merdeka yang mampu berpikir, bukan sekadar robot pekerja yang patuh pada sistem.

Yang lebih mengkhawatirkan, pendidikan kritis justru dianggap ancaman. Ruang kelas yang seharusnya menjadi tempat diskusi dan pergulatan ide malah berubah menjadi penjara ketakutan—takut salah, takut berbeda pendapat, takut keluar dari pakem. Siswa dibiasakan menuruti otoritas tanpa kritis, mirip robot yang hanya menjalankan perintah. Tidak heran jika kemudian masyarakat kita mudah percaya hoaks, tidak mampu membedakan opini dan fakta, serta mudah diadu domba oleh narasi-narasi politis.

Jika ingin keluar dari krisis ini, pendidikan harus dibongkar total. Kurikulum harus dipangkas dari beban hafalan tidak perlu dan diganti dengan pendalaman analisis. Guru perlu dibebaskan dari belenggu birokrasi agar bisa fokus pada proses pembelajaran yang hidup.

Dan yang terpenting, pendidikan harus kembali pada misi awalnya: menciptakan manusia yang bukan hanya pintar secara teknis, tetapi juga berani berpikir mandiri, kritis, dan manusiawi. Tanpa itu, kita hanya akan terus menghasilkan generasi-generasi terdidik yang pintar mengikuti perintah, tetapi bisu ketika diminta untuk mempertanyakan kebenaran.

Tanpa perubahan radikal, pendidikan Indonesia akan tetap menjadi mesin pencetak generasi autopilot: bergerak, tetapi tidak benar-benar hidup.

Donation

Buy author a coffee

Donate
Topik: dakwahislammuhammadiyahpendidikan
Share1Tweet1Share
Nurul Mawaridah

Nurul Mawaridah

Related Posts

Image: Julia Goddard/Armstrong Institute of Biblical Archaeology
Sejarah

Siapa Nama Fir’aun Zaman Nabi Musa? Ini 2 Kandidatnya

oleh Yogi Arfan
3 Agustus 2025
Image made by AI Generate
Opini

Menggugat Kesepian di Era Politik Hukum: Peran Kritis Muhammadiyah

oleh Nashrul Muminin
3 Agustus 2025
Image made by AI Generate
Opini

Bukan Sekadar Nama di KTA: Saatnya Kader Muhammadiyah Bicara, Bukan hanya Membaca

oleh Nashrul Muminin
3 Agustus 2025
Next Post

Kesabaran Seorang Nabi Nuh, Lebih Besar dari Banjir yang Menenggelamkan Dunia!

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Recommended

Siap Tempur! 31 Atlet Tapak Suci Kota Pasuruan Buru Medali di Kejuaraan Bergengsi Nasional!

28 Juli 2025

Bukan Kaleng-Kaleng! Atlet Tapak Suci Kota Pasuruan Borong Berbagai Medali, Ini Daftarnya!

30 Juli 2025

Transformasi Hebat! PCM Gadingrejo Ubah Semak Jadi Ladang Bisnis di Pesantren SPEAM Putri

27 Juli 2025 - Updated On 28 Juli 2025

Kajian Ahad Pagi Berkah Ganda: Dapat Ilmu dan Oleh-oleh Sayur Segar

27 Juli 2025 - Updated On 29 Juli 2025

Jolly Roger, Budaya POP Yang Sindir Pemerintahan!

4 Agustus 2025
Image: Julia Goddard/Armstrong Institute of Biblical Archaeology

Siapa Nama Fir’aun Zaman Nabi Musa? Ini 2 Kandidatnya

3 Agustus 2025
Image made by AI Generate

Menggugat Kesepian di Era Politik Hukum: Peran Kritis Muhammadiyah

3 Agustus 2025
Image made by AI Generate

Bukan Sekadar Nama di KTA: Saatnya Kader Muhammadiyah Bicara, Bukan hanya Membaca

3 Agustus 2025

© 2025 PasMu - Media Pencerahan

Navigate Site

  • Home
  • Privacy Policy
  • Tentang Kami

Follow Us

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

PasMU cerdas

PasMU Cerdas adalah kecerdasan buatan (AI) yang siap membantu kamu menjawab pertanyaan seputar Islam. Tapi perlu diketahui bahwa jawaban yang kami berikan belum tentu 100% benar.

No Result
View All Result
  • Kabar
  • Kajian
  • Opini
  • Sejarah
  • Fakta Islam
  • Khutbah

© 2025 PasMu - Media Pencerahan