Berpakaian dengan baik atau dress well mungkin terdengar sepele bagi sebagian orang, tapi sejatinya ia menyimpan makna yang jauh lebih dalam dari sekadar gaya. Dalam kehidupan sehari-hari, cara kita berpakaian bukan hanya soal tampilan luar, melainkan juga cerminan dari bagaimana kita menghargai diri sendiri dan lingkungan sekitar.
Istilah dress well, meski sering digunakan dalam konteks dunia mode dan fashion, sebenarnya menyentuh aspek etika sosial yang universal. Ia bukan sekadar tentang mahal atau tidaknya pakaian, melainkan tentang kemampuan seseorang menempatkan diri dengan pantas di setiap kesempatan. Pakaian yang baik bukan berarti bermerek, akan tetapi bersih, rapi, dan sesuai dengan konteks. Seorang guru, misalnya, dengan kerapian pakaiannya sedang memberi teladan pada murid-muridnya bahwa tanggung jawab dimulai dari hal sederhana yaitu disiplin terhadap diri sendiri. Seorang pebisnis yang mempresentasikan ide di depan investor juga sedang membangun kredibilitas sejak pandangan pertama. Begitu pula seorang pejabat, yang lewat penampilannya menumbuhkan rasa wibawa dan kepercayaan.
Nilai ini sejatinya telah lama hidup dalam budaya Jawa melalui pepatah “ajine raga saka busono,” yang berarti nilai diri seseorang dapat terlihat dari cara ia berpakaian. Bukan dalam arti materialistik, melainkan simbol penghargaan terhadap diri dan terhadap orang lain. Orang Jawa percaya, pakaian adalah bagian dari etika yaitu cara halus untuk menunjukkan tata krama, kesopanan, dan rasa hormat. Maka berpakaian dengan pantas bukan sekadar tampilan, tetapi juga laku budaya yang mencerminkan budi pekerti.
Namun, di sisi lain, kita melihat fenomena yang seolah membalikkan paradigma ini. Tokoh-tokoh seperti Elon Musk atau Mark Zuckerberg sering tampil dengan gaya minimalis, kaos polos, celana jeans, dan sepatu kasual, bahkan dalam acara besar. Sekilas, tampilan mereka tampak bertentangan dengan prinsip dress well. Tapi sebenarnya, di balik kesederhanaan itu, ada filosofi yang berbeda. Mereka tidak berpakaian seadanya, melainkan dengan pertimbangan efisiensi: menghemat energi berpikir untuk hal-hal remeh seperti “hari ini saya pakai apa,” agar fokus pada keputusan besar yang bernilai miliaran dolar.
Masalahnya, tidak semua orang berada di posisi mereka. Musk dan Zuckerberg bisa berpakaian sesederhana itu karena nama mereka sudah menjadi simbol keberhasilan, kehadiran mereka sendiri sudah “berpakaian.” Reputasi mereka menutupi segala kekurangan visual. Sementara kita yang masih berjuang membangun citra, kepercayaan, dan profesionalitas, tidak bisa meniru gaya mereka begitu saja.
Di titik ini, dress well menjadi bukan sekadar soal mode, tapi juga strategi sosial. Ia adalah bentuk komunikasi non-verbal yang kuat. Saat kita berpakaian sesuai konteks, orang lain menangkap sinyal, bahwa kita menghargai momen, menghormati audiens, dan tahu bagaimana membawa diri. Sering kali, pakaian yang tepat membuka pintu sebelum kita sempat berbicara.
Berpakaian dengan baik juga memengaruhi cara kita merasa dan berpikir. Ada penelitian psikologi yang menyebut bahwa ketika seseorang mengenakan pakaian rapi dan profesional, tingkat kepercayaan dirinya meningkat. Hal ini disebut enclothed cognition, yakni bagaimana pakaian memengaruhi pikiran dan perilaku. Dengan kata lain, ketika kita tampil baik, kita pun merasa lebih siap menghadapi dunia.
Maka pepatah Jawa tadi terasa semakin relevan, ajine raga saka busono. Nilai tubuh atau martabat seseorang, salah satunya, terpancar dari busana yang ia kenakan. Ini bukan berarti kemewahan, tetapi kesadaran diri bahwa setiap pertemuan, setiap kesempatan, dan setiap tempat layak dihormati dengan tampilan yang pantas.
Jadi, berpakaian dengan baik bukan sekadar memoles penampilan luar, tapi juga cara merawat mental dan sikap dalam. Ia mengajarkan kita tentang kesadaran diri, konteks sosial, dan penghargaan terhadap kesempatan yang diberikan.
Elon Musk mungkin bisa datang dengan kaos lusuh dan tetap disambut investor, tapi kita, orang biasa yang masih meniti jalan panjang kehidupan, perlu belajar menghormati setiap langkah dengan menampilkan versi terbaik diri kita, setidaknya melalui pakaian yang pantas. Karena sebelum orang lain mengenal siapa kita sebenarnya, yang pertama mereka lihat adalah bagaimana kita memilih untuk tampil.
Itulah seni berpakaian dengan baik, bukan sekadar terlihat menarik, tapi juga menempatkan diri dengan bijak di hadapan dunia, sebagaimana ajaran luhur Jawa mengingatkan, ajine raga saka busono.