Pasuruan, 9 Oktober 2025 – Di tengah derasnya arus kehidupan modern yang serba cepat dan penuh distraksi, Ustadz Anang Abd Malik menyampaikan pesan mendalam tentang pentingnya kesadaran spiritual melalui kajian bertema “Muraqabah: Mindfulness dalam Perspektif Islam” di Masjid At Taqwa, Jagalan, Kota Pasuruan. Kajian ini dihadiri oleh puluhan jamaah dari berbagai kalangan, yang tampak antusias mengikuti setiap penjelasan tentang konsep Muraqabah sebagai bentuk mindfulness sejati dalam ajaran Islam.
Dalam ceramahnya, Ustadz Anang menjelaskan bahwa Muraqabah berasal dari kata raqaba, yang berarti mengawasi. Dalam konteks keislaman, Muraqabah bermakna kesadaran penuh bahwa Allah SWT senantiasa mengawasi setiap gerak-gerik manusia. “Muraqabah ini merupakan sebuah ibadah yang disyariatkan dalam Islam. Kita merasa senantiasa diawasi oleh Pencipta kita, sehingga menyadari sepenuhnya bahwa Allah selalu hadir dan mengawasi kita,” tutur beliau.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa apabila seorang Muslim hidup dalam kesadaran Muraqabah, maka pengawasan eksternal seperti kamera CCTV menjadi tidak lagi esensial. “Kalau setiap individu benar-benar menyadari bahwa Allah mengawasi, maka sistem pengawasan eksternal tak lagi dibutuhkan. Kesadaran ilahiah adalah pengawas internal yang paling kuat,” ujarnya disambut anggukan jamaah.
Dalam kajiannya, Ustadz Anang juga menyoroti perubahan drastis gaya hidup masyarakat modern. Ia menggambarkan kehidupan masa lalu yang sederhana namun penuh makna,di mana keluarga bisa berkumpul selepas subuh, berbincang ringan, dan saling menguatkan. Kini, menurutnya, suasana itu semakin jarang dijumpai. “Anak-anak sekarang selalu sibuk. Mereka multitasking sejak pagi, dan aktivitasnya serba tergesa-gesa. Padahal dalam agama kita, tergesa-gesa itu dilarang,” ungkapnya.
Ia menyebut kondisi ini sebagai ciri khas Era Abundant,era di mana segala sesuatu terasa mudah, murah, dan instan berkat kemajuan teknologi. Namun, ironisnya, kemudahan itu justru menjauhkan manusia dari ketenangan dan rasa syukur. “Teknologi seharusnya membuat manusia lebih mudah menikmati hidup. Tapi karena pemanfaatannya tidak sesuai petunjuk Sang Pencipta, yang terjadi justru sebaliknya,hidup terasa sempit, waktu semakin singkat, dan hati semakin gelisah,” jelasnya.
Untuk menghadapi tantangan spiritual di era modern ini, Ustadz Anang menguraikan empat pilar utama Muraqabah yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Pilar pertama adalah niat yang lurus (ikhlas). Segala amal dan aktivitas hidup seorang Muslim harus dimulai dengan niat yang ikhlas karena Allah SWT. “Seluruh aktivitas kita tergantung pada niatnya. Yang tahu niat kita hanyalah Allah dan diri kita sendiri,” tegasnya.
Pilar kedua adalah berzikir dan berdoa. Menurutnya, zikir adalah latihan utama dalam membangun kesadaran spiritual. Dengan terus mengingat Allah, hati akan senantiasa tenang sebagaimana firman-Nya dalam QS. Ar-Ra’d ayat 28: “Ala bidzikrillahi tathmainnul qulub” – “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.”
Pilar ketiga adalah khusyuk dalam ibadah. Ustadz Anang menekankan pentingnya hadir sepenuh hati dalam ibadah, terutama dalam salat. Ia mengutip QS. Al-Baqarah ayat 45-46 bahwa salat akan terasa berat kecuali bagi orang yang khusyuk,mereka yang sadar bahwa hidup dan matinya hanya untuk Allah. “Bila orientasi hidup bergeser dari Allah menuju uang, jabatan, atau popularitas, maka hubungan dengan sesama pun akan rusak. Kita bisa tega menyingkirkan sahabat, saudara, bahkan orang tua,” pesannya.
Pilar keempat adalah refleksi dan evaluasi diri (muhasabah). Pilar terakhir ini, menurutnya, menjadi cara paling efektif menjaga kualitas niat dan ibadah. Ia mencontohkan dua hal yang sering tidak sempurna dilakukan manusia: salat dan berbakti kepada orang tua (birrul walidain). Ustadz Anang mengingatkan hadis Nabi SAW bahwa amalan pertama yang akan dihisab pada Hari Kiamat adalah salat.
Menutup kajian, Ustadz Anang menyoroti fenomena meningkatnya angka kegelisahan (anxiety) di kalangan masyarakat modern, bahkan mereka yang hidup berkecukupan secara finansial. “Kegelisahan yang melanda hampir 40% manusia modern adalah tanda bahwa kita gagal dalam Muraqabah,” ujarnya. Ia mengajak jamaah untuk menjadikan Muraqabah sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari, bukan hanya dalam ibadah ritual, tetapi juga dalam bekerja, berinteraksi, dan bermedia sosial. “Mari evaluasi niat kita, aktivitas kita, ibadah kita kepada Allah. Sudahkah semakin mendekat kepada-Nya atau justru semakin jauh?” tutupnya dengan nada reflektif.
Kajian tersebut berakhir dengan doa bersama dan suasana hening penuh renungan. Jamaah tampak terinspirasi untuk menerapkan Muraqabah sebagai jalan menuju ketenangan hati di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern.
Editor: Marjoko