Ketahanan pangan adalah masalah penting dalam proses pembangunan, terutama mengingat bahwa pada tahun 2022, Indonesia masih berada di posisi 69 dari 113 negara dalam Indeks Ketahanan Pangan Global (GFSI).
Dalam acara Konferensi Pers untuk memperingati Milad Aisyiyah yang ke-108 di Kantor Pimpinan Pusat Aisyiyah Yogyakarta pada Senin (19/05), Salmah Orbayinah, yang menjabat sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Aisyiyah, mengungkapkan bahwa Indonesia masih menghadapi tantangan dalam hal ketahanan pangan. Terdapat beberapa faktor yang menyumbang terhadap permasalahan ini.
“Disebabkan, antara lain oleh keterbatasan lahan pertanian, perubahan iklim, penurunan produktivitas, menurunnya jumlah petani dan kurangnya regenerasi petani, kurangnya pengakuan terhadap perempuan petani, minimnya kesejahteraan petani, ketergantungan impor, kurangnya tenologi pangan, hingga masalah kualitas pangan,” ujar Salmah mengutip Muhammadiyah.or.id.
Aisyiyah Kuatkan Peran untuk Wujudkan Ketahanan Pangan

Ketahanan pangan kini menjelma menjadi salah satu fokus utama dalam rencana pembangunan yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029. Hal ini khususnya terkait dengan Delapan Misi Presiden, atau yang dikenal sebagai Asta Cita Presiden, terutama pada poin kedua.
Poin tersebut menekankan pentingnya memperkuat sistem pertahanan dan keamanan negara sekaligus mendorong kemandirian bangsa melalui upaya swasembada dalam sektor pangan, energi, air, serta aspek-aspek ekonomi lainnya seperti ekonomi syariah, digital, hijau, dan biru. Tak hanya itu, swasembada pangan juga diakui sebagai Program Prioritas nomor satu dari total 17 Program Prioritas yang ada dan termasuk dalam delapan program yang ditargetkan untuk memberikan hasil terbaik secara cepat.
Menurut Salmah, Aisyiyah sebagai organisasi perempuan, juga sangat memperhatikan isu ketahanan pangan. Dalam Tanfidz Keputusan Muktamar Aisyiyah ke-48 di Surakarta, khususnya pada Bab IV yang membahas Program Nasional Aisyiyah untuk periode 2022 hingga 2027 di bidang Ekonomi dan Ketenagakerjaan, telah ditetapkan beberapa program yang berkaitan dengan ketahanan pangan.
Tujuannya adalah untuk mengembangkan dan memperkuat inisiatif di bidang ketahanan pangan melalui BUEKA pangan, membangun jejaring dengan berbagai pihak yang terkait, serta memperluas pelaksanaan Gerakan Lumbung Hidup Aisyiyah (GLHA) sebagai bagian integral dari identitas komunitas Aisyiyah.
Sehubungan dengan Milad Aisyiyah yang ke-108 pada 19 Mei 2025, organisasi ini mengangkat tema “Memperkokoh Ketahanan Pangan Berbasis Qaryah Thayibah Menuju Ketahanan Nasional”. ”Aisyiyah ingin memperkuat perannya dalam mewujudkan ketahanan pangan melalui gerakan Qaryah Thayibah,” jelas Salmah.
Apa Itu Qaryah Thayibah?
Salmah menjelaskan bahwa Qaryah Thayyibah, yang secara literal diartikan sebagai desa yang baik atau unggul, merupakan inisiatif nasional dari Aisyiyah. Gerakan ini bertujuan untuk menciptakan desa yang berkemajuan agar dapat terbentuk masyarakat yang maju, adil, makmur, dan bermartabat.
Menurut Salmah, gerakan Qaryah Thayyibah mencakup berbagai aspek kehidupan, baik itu pangan, pemberdayaan ekonomi, kesehatan, pendidikan, keagamaan, kesejahteraan sosial, hukum, kepemimpinan perempuan, pendidikan politik, hingga lingkungan. Ketahanan pangan menjadi salah satu aspek penting dalam gerakan Qaryah Thayyibah di komunitas Salmah menyampaikan bahwa upaya mewujudkan ketahanan pangan dilakukan Aisyiyah, antara lain dengan mengembangkan Gerakan Lumbung Hidup Aisyiyah (GLHA).
Ia mengungkapkan bahwa Gerakan Lumbung Hidup Aisyiyah adalah inisiatif yang bertujuan untuk mengoptimalkan penggunaan lahan pekarangan atau area yang ada, baik dikelola secara mandiri maupun secara kelompok, untuk bercocok tanam, beternak, dan memelihara ikan. Tujuannya adalah untuk menyediakan sumber pangan yang kaya nutrisi dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi keluarga. Saat ini, GLHA telah meluas ke 100 Kabupaten dan Kota.