Gelombang demonstrasi yang melanda berbagai daerah di Indonesia belakangan ini kembali diwarnai dengan isu provokator. Sejumlah peristiwa yang terjadi di lapangan menimbulkan kecurigaan publik bahwa kerusuhan tidak sepenuhnya murni dari massa aksi, melainkan ada pihak tertentu yang sengaja memancing kekacauan. Berikut ini tiga bukti mencurigakan yang ramai dibicarakan warganet.
Bukti Pertama: “Ojol Misterius” Saat Graha Surabaya Dibakar
Peristiwa pembakaran gedung Graha di Surabaya menyisakan pertanyaan besar. Sebuah foto yang beredar di media sosial memperlihatkan sosok yang menyerupai pengemudi ojek online. Namun, banyak kejanggalan yang terlihat.
Wajah orang tersebut ditutup rapat menggunakan topeng sehingga mustahil untuk dilacak identitasnya. Ia juga mengenakan jaket Gojek versi lama yang bahkan sudah tidak digunakan sejak perusahaan mengganti logo beberapa tahun lalu. Kecurigaan semakin menguat ketika netizen menyoroti sepatunya: Adidas Trex, yang harganya menembus jutaan rupiah. “Ojol macam apa yang pakai sepatu semahal itu?” komentar seorang warganet. Dari sini, dugaan pun muncul bahwa sosok ini bukanlah pengemudi ojol biasa, melainkan penyusup yang sengaja menyamar untuk memancing kerusuhan.
Bukti Kedua: Pembakaran Server Optik di Karet Semanggi
Kejadian mencurigakan lainnya terjadi di kawasan Karet Semanggi, Jakarta, ketika server optik milik penyedia jaringan dibakar. Bagi sebagian besar masyarakat, istilah server optik mungkin terdengar asing. Namun secara sederhana, server ini adalah bagian dari infrastruktur jaringan serat optik yang digunakan untuk menunjang konektivitas internet.
Di era digital ketika informasi begitu cepat menyebar, internet adalah senjata utama bagi masyarakat untuk mengabarkan situasi dan mengorganisir diri. Karena itu, menjadi tidak masuk akal bila massa demonstran yang membutuhkan internet justru merusak server yang memasok jaringan. “Kalau tujuan demo menyuarakan aspirasi, kenapa malah memutus akses komunikasi?” ujar seorang aktivis. Logika sederhana ini menambah keyakinan bahwa aksi pembakaran server tersebut sengaja dilakukan pihak luar untuk menimbulkan kekacauan sekaligus memutus arus informasi.
Bukti Ketiga: Penjarahan Rumah Ahmad Sahroni
Kericuhan juga terjadi di kediaman Ahmad Sahroni, salah satu anggota DPR RI. Rumahnya dijarah hingga sejumlah barang mewah raib, mulai dari patung Iron Man, jam tangan bernilai miliaran rupiah, hingga perlengkapan rumah tangga. Namun, ada yang janggal dari kasus ini. Ketua RT setempat menegaskan bahwa para pelaku penjarahan bukan warga sekitar. “Saya tidak kenal mereka, bukan orang sini,” jelasnya.
Hal ini memunculkan pertanyaan besar: siapa yang menggerakkan massa untuk menjarah? Jika benar pelakunya bukan warga sekitar, maka dugaan adanya kelompok terorganisir yang menyusup dalam kericuhan semakin kuat.
Kesimpulan: Masyarakat Harus Waspada
Dari tiga bukti tersebut—sosok ojol misterius, pembakaran server optik, hingga penjarahan rumah pejabat—benang merahnya jelas: ada indikasi kuat bahwa provokator bergerak di balik layar. Mereka menyusup ke tengah massa, menciptakan kekacauan, lalu meninggalkan jejak kebingungan.
Maka wajar bila muncul pertanyaan mengapa sejumlah kampus seperti UNISBA dan UNPAS sempat dikepung aparat meski di dalamnya tidak terjadi kerusuhan. Narasi tentang provokator menjadi semakin relevan, karena kerusuhan bisa saja sengaja digiring untuk memperburuk citra mahasiswa dan masyarakat yang sebenarnya ingin menyampaikan aspirasi secara damai.
Kini, masyarakat dituntut untuk lebih waspada. Jangan mudah terprovokasi oleh tindakan yang mencurigakan. Jangan pula terhasut isu yang sengaja dihembuskan untuk memecah belah persatuan. Saatnya warga saling menjaga, berdiri bersama, dan memastikan aksi aspirasi tetap berjalan damai tanpa terjerumus dalam jebakan adu domba.