• Kabar
  • Fakta Islam
  • Kajian
  • Opini
  • Sejarah
  • Fakta Unik

Topik Populer

  • Palestina
  • Dakwah
  • Perang Dagang

Ikuti kami

  • 12.8k Fans
  • 1.3k Followers
  • 2.4k Followers
  • 7.1k Subscribers
Pasmu
No Result
View All Result
  • Login
No Result
View All Result
KONTRIBUSI
ArtMagz
No Result
View All Result
  • Login
No Result
View All Result
No Result
View All Result
  • Kabar
  • Kajian
  • Opini
  • Sejarah
  • Fakta Islam
  • Khutbah
Home Opini

Benci DPR, Polisi, dan Presiden? Jangan-Jangan Masalahnya Ada di Kita Sendiri!

Marjoko oleh Marjoko
3 menit yang lalu
in Opini
0
0
SHARES
1
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter
[post-views]

Di negeri ini, kita sering terjebak pada euforia kebencian terhadap simbol-simbol kekuasaan. Kita marah kepada DPR, jengkel pada Presiden, dan sinis terhadap aparat kepolisian. Namun, di sisi lain, kita juga tetap memilih mereka lima tahun sekali ketika diberikan uang atau janji-janji kosong. Pertanyaannya sederhana: apakah kita benar-benar membenci perilaku korupsi, atau kita sebenarnya hanya marah karena tidak kebagian bagian dari “kue” itu?

Fenomena ini bisa kita lihat dalam banyak contoh sehari-hari. Ketika ada polisi yang benar-benar menindak pelanggaran lalu lintas, seperti pemotor yang masuk jalur sepeda, justru ia dihujat habis-habisan di kolom komentar media sosial. Padahal, bukankah itu tugas polisi untuk menegakkan aturan? Namun, sebagian orang lebih suka mencari celah untuk menyalahkan aparat ketimbang bercermin pada kesalahan dirinya sendiri. Ironisnya, hujatan itu justru datang dari mereka yang melanggar aturan. Inilah yang membuat kita sulit membedakan: apakah kebencian pada institusi benar-benar berakar pada rasa keadilan, atau sekadar lahir dari rasa sakit hati karena tidak bisa bebas melanggar.

Sikap semacam ini menunjukkan bahwa masalah bangsa ini bukan hanya ada di kursi kekuasaan, melainkan juga mengakar dalam perilaku rakyatnya sendiri. Kita bisa menuding politisi sebagai biang kerok korupsi, tetapi bukankah banyak di antara kita yang dengan enteng menerima serangan fajar, saat pelilihan legislatif dalam agenda 5 tahunan,  Korupsi dalam skala besar memang menyedihkan, tapi budaya korupsi dalam skala kecil yang kita lakukan adalah akar dari masalah yang lebih besar.

Jika kita tarik ke belakang, kursi-kursi jabatan hari ini banyak diduduki oleh mereka yang dulu begitu kritis saat reformasi 1998. Mereka turun ke jalan dengan semangat idealisme. Namun, apa yang terjadi ketika mereka berada di dalam sistem? Banyak yang ikut larut dalam lingkaran setan kekuasaan, lupa pada janji perjuangan. Hal ini menunjukkan satu hal: revolusi politik tanpa revolusi mindset hanya akan melahirkan penguasa-penguasa baru dengan kesalahan yang sama.

Related Post

Image: Made by AI Generator

Affan Kurniawan Mati Dilindas, bukan Terlindas!

30 Agustus 2025

Maka dari itu, tugas kita bukan hanya menuntut revolusi dalam arti mengganti pemimpin atau sistem, melainkan juga mempersiapkan mindset generasi baru. Mungkin generasi orang tua kita sudah terlambat, bahkan generasi kita pun sebagian sudah terlalu kaku untuk dibentuk. Namun, ada harapan yang bisa kita tanamkan pada adik-adik dan anak-anak kita. Kita bisa mengajarkan pada mereka bahwa mencontek, menyogok, atau mencari jalan pintas dengan uang adalah bagian dari budaya korupsi. Pendidikan karakter semacam ini jauh lebih penting daripada sekadar jargon politik.

Negara kita ibarat tubuh yang terkena kanker stadium lanjut. Kanker itu bernama korupsi. Sulit disembuhkan hanya dengan obat, apalagi sekadar kosmetik politik. Jalan satu-satunya adalah dengan mengangkat dan mengganti sel-sel yang sudah rusak itu dengan sel-sel baru yang sehat. Sel baru itu adalah generasi yang kita persiapkan, generasi yang betul-betul anti pada korupsi, tidak sekadar ikut-ikutan benci pada penguasa.

Jika kita sungguh-sungguh ingin negeri ini sembuh, maka peran terbesar bukan hanya pada para politisi atau aparat, melainkan pada diri kita sendiri dalam mendidik generasi penerus. Revolusi yang kita butuhkan adalah revolusi mindset, bukan sekadar revolusi politik.

Donation

Buy author a coffee

Donate
Topik: demodpr
ShareTweetShare
Marjoko

Marjoko

Related Posts

Image: Made by AI Generator
Opini

Affan Kurniawan Mati Dilindas, bukan Terlindas!

oleh Marjoko
30 Agustus 2025

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Recommended

Foto: Afif/Pasmu

Ikrar Wakaf Tanah 6.565 m² untuk SPEAM Putri: Warisan Amal Abadi Almarhum H. Abdur Rauf

6 Agustus 2025 - Updated On 7 Agustus 2025
Foto: Pemkot Pasuruan

Pemkot Pasuruan Gelar Pembinaan Ormas Bidang Keagamaan, Apresiasi Peran Muhammadiyah

28 Agustus 2025

MKKS SMP Swasta Kota Pasuruan Meriahkan Fun Games Kemerdekaan HUT RI ke-80

14 Agustus 2025
Foto oleh Yogi Arfan/Pasmu

Kiai Cepu, Satu-satunya Kader Muhammadiyah yang Menjadi Dosen di Institut Agama Buddha

11 Agustus 2025

Benci DPR, Polisi, dan Presiden? Jangan-Jangan Masalahnya Ada di Kita Sendiri!

31 Agustus 2025

Santri SPEAM Kota Pasuruan Siap Harumkan Nama Pondok di Ajang FASMU 2025

30 Agustus 2025

Pemuda Muhammadiyah Kota Pasuruan Menyatakan Sikap atas Kasus Meninggalnya Affan Kurniawan

30 Agustus 2025
Image: Made by AI Generator

Affan Kurniawan Mati Dilindas, bukan Terlindas!

30 Agustus 2025

© 2025 PasMu - Media Pencerahan

Navigate Site

  • Home
  • Privacy Policy
  • Tentang Kami

Follow Us

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

PasMU cerdas

PasMU Cerdas adalah kecerdasan buatan (AI) yang siap membantu kamu menjawab pertanyaan seputar Islam. Tapi perlu diketahui bahwa jawaban yang kami berikan belum tentu 100% benar.

No Result
View All Result
  • Kabar
  • Kajian
  • Opini
  • Sejarah
  • Fakta Islam
  • Khutbah

© 2025 PasMu - Media Pencerahan