Bea Cukai adalah instansi pemerintah di bawah Kementerian Keuangan Republik Indonesia yang bertugas mengatur, mengawasi, dan memungut bea masuk, bea keluar, serta cukai terhadap barang-barang tertentu. Dalam konteks rokok, cukai dikenakan sebagai bentuk pengendalian konsumsi serta kontribusi terhadap penerimaan negara.
Proses transaksi pita cukai rokok dimulai dengan pembayaran pita cukai terlebih dahulu oleh produsen. Setelah pembayaran dilakukan, pita cukai ditempelkan pada kemasan rokok sebagai bukti bahwa cukai telah dibayar. Setelah itu, barulah produsen wajib membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Proses ini menjadi pintu utama pemasukan negara dari industri hasil tembakau.

Jika dibandingkan, nilai transaksi dari cukai rokok pada tahun 2024 jauh melampaui pendapatan bersih sejumlah BUMN besar. Padahal BUMN mengelola berbagai sektor strategis negara, mulai dari energi, telekomunikasi, perbankan, hingga perkebunan. Namun nyatanya, kontribusi penerimaan dari cukai rokok tetap mendominasi kas negara.
Fakta ini cukup miris. Negara justru lebih banyak mendapatkan pemasukan dari cukai rokok dibandingkan dari BUMN yang semestinya menjadi tulang punggung ekonomi nasional. Padahal, BUMN mengelola sumber daya dan aset negara dalam skala besar dengan tujuan mendukung pembangunan jangka panjang.
Pendapatan dari cukai rokok mencatat angka yang fantastis, Dari total penerimaan cukai sebesar Rp221,8 triliun, sebagian besar berasal dari Cukai Hasil Tembakau (CHT), yang mencakup cukai rokok, dengan kontribusi sebesar Rp217,5 triliun.
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Data ini diambil dari laporan resmi Kementerian Keuangan, termasuk publikasi “APBN Kita” dan laporan kinerja Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Sebaliknya, BUMN yang mengelola hampir semua lini penting ekonomi seperti PTPN di sektor perkebunan, bank-bank milik negara di sektor keuangan, PLN dan Pertamina di sektor energi, hingga Telkom dan Telkomsel di sektor teknologi, justru masih kalah dalam menyumbang penerimaan negara dibandingkan sektor cukai rokok.
Dalam ijtima’ ulama yang diselenggarakan oleh Muhammadiyah, rokok dinyatakan haram karena dianggap membahayakan kesehatan dan berdampak negatif bagi masyarakat. Keputusan ini menunjukkan sikap tegas dari organisasi keagamaan dalam menyikapi maraknya konsumsi rokok dan dominannya sektor ini dalam ekonomi.
Semoga ke depan, BUMN mampu meningkatkan efisiensi, inovasi, dan daya saing agar dapat memberikan kontribusi yang lebih besar bagi negara dibandingkan penerimaan dari cukai rokok. BUMN harus menjadi motor utama dalam pembangunan ekonomi nasional yang sehat dan berkelanjutan.