PASURUAN, 2 Oktober 2025 – Dalam pengajiannya di Masjid At Taqwa Jagalan, Ustadz Umar Effendi menekankan pentingnya evaluasi diri, baik secara pribadi maupun kolektif, dengan berlandaskan pada perintah Allah SWT untuk segera memohon ampunan. Ustadz Umar Effendi mengutip ayat:
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَسَا رِعُوْۤا اِلٰى مَغْفِرَةٍ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمٰوٰتُ وَا لْاَ رْضُ ۙ اُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِيْنَ
“Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa,”
(QS. Ali ‘Imran 3: Ayat 133)
1. Ampunan dan Evaluasi Diri (Muhasabah)
Ustadz Umar Effendi menjelaskan bahwa perintah untuk segera meminta ampunan (maghfirah) adalah wajib. Allah menjanjikan fasilitas surga seluas langit dan bumi bagi mereka yang segera meminta ampunan. Ampunan ini memiliki tingkatan, mulai dari pribadi, keluarga, lingkungan, hingga negara.
Evaluasi Pribadi (Hubungan dengan Allah)
- Jika kesalahan dilakukan kepada Allah, wajib ber-istighfar.
- Maghfirah dimaknai sebagai evaluasi diri pada Allah. Contoh: “Ya Allah, sholatku kurang khusyuk, sholatku kurang sempurna, ngajiku kurang banyak (berkualitas).”
Evaluasi Sosial (Hubungan Antar Manusia)
- Jika salah pada teman atau sesama manusia, harus meminta maaf dan ampunan.
- Intervensi boleh dilakukan untuk mencari kekurangan teman, asalkan tujuannya untuk membangun diri kita agar tidak melakukan hal yang sama.
2. Evaluasi Fisik dan Kualitas Bangunan: Kasus Musholla Ambruk
Mengambil contoh kasus musholla ambruk di Ponpes Al Khoziny Sidoarjo, Ustadz Umar Effendi menekankan bahwa musibah fisik harus segera dievaluasi:
- Kualitas Bangunan: Mengevaluasi kualitas struktur bangunan, struktur tanah, dan material (pasir, semen) yang digunakan.
- Prosedur Pembangunan: Beliau menceritakan contoh pembangunan Masjid Manarul Islam Bangil yang melakukan tes semen dan pasir hingga ratusan kali untuk mencari komposisi terkuat, serta melakukan uji kedalaman dan tekanan tanah (eksalvasi) hingga mencapai titik pedul (dominan/mentok) sebelum membangun.
Evaluasi ini penting karena maghfirah tidak hanya terbatas pada hubungan vertikal (dengan Allah), tetapi juga pada hubungan horizontal (sesama makhluk Allah).
3. Evaluasi Keluarga dan Kecerdasan Hati: Kisah Penuntut Ilmu
Ustadz Umar Effendi menyoroti pentingnya evaluasi dalam keluarga, terutama terkait kualitas sholat dan jamaah anak.
Kisah Bulughul Maram
Beliau menceritakan kisah penulis kitab Bulughul Maram yang membutuhkan waktu lebih dari 15 tahun saat mondok hanya untuk menghafal tiga surat (Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas). Merasa putus asa, ia pamit kepada ustadznya.
Dalam perjalanan di tengah hutan saat hujan lebat, ia berteduh di sebuah gua dan mendengar suara tetesan air (tik tik tik). Ia melihat tetesan air itu perlahan menembus batu tebal. Ia lalu berpikir:
“Batu yang keras saja dikasih tetesan air bisa hampir tembus. Berarti otak saya ini kan encer. Kalau saya mau bersabar lagi menuntut ilmu, maka akan mudah menerima.”
Ia kembali ke asrama, dan dalam kurun waktu kurang dari dua tahun, ia berhasil menghafal 30 Juz Al-Qur’an, Alfiyah, dan ribuan hadis.
Pesan Kunci: Kesuksesan menuntut ilmu, atau kecerdasan hati, membutuhkan kesabaran dan proses evaluasi diri. Jangan mudah menyalahkan anak, karena kedua orang tua-lah yang menentukan apakah anak akan menjadi Yahudi (tipe yang ingin menguasai dan tidak merasa bersalah), Nasrani (tipe yang menerima begitu saja), atau Majusi.
4. Ujian Amar Ma’ruf Nahi Munkar dan Pentingnya Kesabaran
Ustadz Umar Effendi mengingatkan bahwa orang yang beriman dan beramal saleh harus selalu berpesan tentang kebenaran (watawaa saw bil-haqq) dan kesabaran (watawaa saw bis-sobr).
Kisah Nabi Yunus A.S.
Beliau menceritakan kisah Nabi Yunus A.S. yang berputus asa karena dakwahnya tidak diterima oleh umatnya (yang curang dalam berbisnis). Nabi Yunus pergi dan mengancam umatnya akan datang azab. Setelah azab datang, umatnya sadar dan mengejar Nabi Yunus.
Saat berada di dalam perut ikan paus, Nabi Yunus menyadari bahwa tindakannya pergi tanpa sabar adalah kesalahan fatal (salah yang amat fatal). Ia memanjatkan doa: “Laa ilaaha illaa anta subhaanaka innii kuntu minazh-zhaalimiin” (Tidak ada tuhan selain Engkau, Mahasuci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim).
Pesan Kunci: Setiap amar ma’ruf nahi mungkar (mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran) pasti akan menghadapi tantangan, hambatan, dan rintangan. Orang yang menyampaikan kebenaran Al-Qur’an dan Sunnah akan banyak dibenci. Oleh karena itu, kesabaran adalah kunci agar tidak berakhir seperti Nabi Yunus yang berputus asa.
5. Evaluasi Kepemimpinan dan Kondisi Negara
Ustadz Umar Effendi menutup dengan evaluasi yang lebih luas ke tingkat negara. Ia menyinggung tentang pentingnya para pemimpin (Menteri, Bupati, Walikota, Gubernur) untuk selalu mengevaluasi mengapa bangsa ini mengalami kemunduran atau masalah.
Beliau mencontohkan dugaan adanya individu atau sekelompok orang yang menguasai sumber daya besar (seperti pertambangan/minyak) hingga triliunan rupiah dan menggunakannya untuk kepentingan politik tertentu (seperti menjatuhkan Presiden).
“Ini kalau tidak cepat direformasi, maka dari sampel satu, sampel dua, dan ini rencana dari sampel berikutnya… Segera evaluasi! Mengapa negeri (negara) ini terjadi masalah?”
Beliau menyarankan bahwa rakyat juga harus kritis dan terus membaca lingkungan, karena iman itu bisa naik dan bisa merosot (Al-Imanu yazidu wa yanqush). (*)