Dalam sejarah Islam, kisah pelarian Rasulullah SAW ke Gua Tsur menjadi salah satu momen paling menggetarkan hati dan menguji keimanan. Peristiwa yang terjadi pada masa hijrah ini tak sekadar sebuah strategi untuk menghindari kejaran kaum kafir Quraisy, tetapi juga membuktikan bagaimana logika manusia bisa runtuh di hadapan kehendak Ilahi.
Gua Tsur terletak sekitar 7 kilometer dari Makkah ke arah Thaif, tepatnya di salah satu puncak Jabal Tsur yang sangat terjal dan berbatu. Lokasinya bukan tempat yang mudah dijangkau. Bahkan tinggi Jabal Tsur mencapai 1.400 meter, dua kali lebih tinggi dibanding Jabal Nur, tempat Rasulullah menerima wahyu pertama. Jalurnya curam dan melelahkan, sebuah medan yang hanya bisa ditempuh oleh mereka yang benar-benar berniat dan bersungguh-sungguh.
Namun, di balik terjalnya perjalanan, di dalam gua yang sempit dan gelap itu, tersimpan salah satu bukti nyata skenario Ilahi. Rasulullah SAW bersama sahabatnya Abu Bakar Ash-Shiddiq bersembunyi selama tiga hari di Gua Tsur, sementara kaum Quraisy memburu mereka dengan niat membunuh.
Dalam masa persembunyian tersebut, peran penting juga dimainkan oleh Asma binti Abu Bakar, putri sahabat Nabi, yang dengan penuh keberanian dan ketabahan mengirimkan makanan ke dalam gua. Bayangkan, seorang wanita muda mendaki gunung terjal di tengah bahaya hanya untuk menjaga kelangsungan hidup Rasulullah SAW. Sebuah contoh keberanian dan pengorbanan yang menginspirasi.
Sementara itu, orang-orang Quraisy, yang penuh dengan niat jahat, telah mencapai mulut gua. Secara logika, mereka hanya tinggal masuk ke dalam gua tersebut, dan semua akan selesai. Tetapi Allah menurunkan pertolongan-Nya dengan cara yang tak masuk akal bagi mereka: seekor burung yang mengerami telur dan sarang laba-laba yang terbentang di mulut gua.
Melihat dua hal itu, para pemburu Quraisy pun mengurungkan niat. “Tidak mungkin ada orang masuk ke gua ini, kalau burung sedang bertelur dan laba-laba sudah lama bersarang,” begitu kira-kira kesimpulan mereka. Logika manusia telah menipu mereka. Sementara bagi orang-orang beriman, kejadian itu adalah bentuk nyata dari skenario kun fayakun, jika Allah menghendaki, maka terjadilah.
Inilah pelajaran dalam perjalanan hijrah: “Goa Tsur bikin logika luntur.” Bahwa tidak semua dapat dijangkau oleh akal manusia. Di saat rencana manusia tampak sempurna, Allah hadir dengan skenario-Nya yang jauh lebih sempurna.
Kisah Gua Tsur menjadi peneguh iman dan sekaligus peringatan: bahwa siapa pun yang berjalan dalam kebenaran dan keimanan, akan selalu dalam penjagaan Tuhan. Dan bahwa logika manusia tidak beriman bukan tandingan kuasa Allah.
