Suara Ustadz Umar Efendi menggema di Masjid At-Taqwa, Jagalan, pada Kamis (16/10/2025) malam. Dalam pengajian rutin ini, dai yang dikenal tegas ini menyampaikan kritik pedas terhadap sejumlah persoalan bangsa, mulai dari degradasi nilai pendidikan, kualitas kepemimpinan, hingga penekanan pada prioritas ibadah yang utama.
Ceramahnya berangkat dari keprihatinan mendalam terhadap kondisi pendidikan Indonesia. Ustadz Umar secara khusus menyoroti intervensi pejabat publik yang dinilainya justru melumpuhkan disiplin dan menghilangkan kewibawaan guru.
“Saat ini, nilai pendidikan seorang guru seolah dihilangkan, dijadikan seperti ‘rokok’, sesuatu yang bisa diabaikan,” ujarnya.
Ia mengutip sebuah insiden yang disebutnya terjadi di Banten, di mana seorang Gubernur dituding melegalkan siswa merokok di sekolah dan mencopot guru atau kepala sekolah yang berusaha mendisiplinkan siswa.
“Ini merusak regenerasi. Jika pejabat seperti ini, kualitas mentalnya dipertanyakan, mungkin perlu dipilih ulang,” kritiknya tegas.
Menurut Ustadz Umar, disiplin adalah kunci mencetak generasi berkualitas. Ia membela penggunaan hukuman fisik yang proporsional sebagai bagian dari pendidikan.
“Anak-anak yang ‘kongkow-kongkow’ (berkumpul tanpa tujuan) di SMA perlu diberi tamparan disiplin, asal tidak sampai cacat, agar mereka menjadi pribadi yang berkualitas,” tegasnya.
Kritik Kepemimpinan dan Harapan untuk Generasi Emas 2045
Tidak hanya di dunia pendidikan, Ustadz Umar juga menyoroti kualitas kepemimpinan sipil. Dengan nada tegas, ia mencontohkan anggota dewan yang disebutnya berjoget kegirangan saat anggaran naik. “Itu penghinaan terhadap jabatan,” sindirnya.
Reformasi 1998 pun tak luput dari sorotan. Menurutnya, era reformasi justru banyak diisi oleh generasi yang tidak berkualitas. Oleh karena itu, ia menyerukan persiapan serius untuk menyambut Generasi Emas 2045 melalui sekolah-sekolah yang benar-benar bermutu.
Sebagai pembanding, ia memuji anak-anak dari daerah pesisir (Pasuruan).
“Anak ‘orang-orang lor’ (pesisir) kualitas otaknya bagus karena ditempa kerja keras dan konsumsi ikan laut yang tinggi protein. Lihat saja pemain bola Brasil dan Argentina, fisiknya kecil tapi berkualitas,” ujarnya.
Fungsi Masjid sebagai Benteng dan Pusat Peradaban
Selain itu, Ustadz Umar menekankan fungsi strategis masjid bukan hanya sebagai tempat shalat, tetapi juga pusat pergerakan dan pendidikan. Ia menceritakan pengalamannya mengikuti pertemuan di Kuala Lumpur, dimana masjid ramai oleh jamaah Subuh yang diikuti dengan pengajian dan pemberdayaan ekonomi umat.
Kisah heroik perjuangan melawan kemusyrikan juga ia sampaikan. Ia mengisahkan perjuangan Kiai Amin Tunggul yang berhasil memberangus ritual ‘Petik Laut’ di daerah Paciran hingga Tuban, sebuah ritual yang melibatkan persembahan kepala hewan.
“Kiai Amin menghancurkan ritual syirik itu, tapi konsekuensinya berat. Beliau difitnah dan bahkan ditembak oleh orang yang disebut ‘Lontor’,” tuturnya. Dari sini, ia menegaskan bahwa keberadaan organisasi Islam yang kuat akan mencerahkan masyarakat dalam membedakan sunnah dan bid’ah.
Prioritas Utama: Kembali ke Al-Qur’an
Di tengah maraknya berbagai bentuk ibadah dan ritual, Ustadz Umar menekankan prioritas utama yang sering terlalaikan: membaca Al-Qur’an. Ia menyatakan bahwa meskipun ibadah seperti sholawatan dan manaqiban diperbolehkan, yang paling utama adalah mengkaji Kitab Suci.
“Setiap huruf Al-Qur’an yang dibaca bernilai sepuluh ganjaran. Satu ganjaran saja setara dengan 500 tahun perjalanan di akhirat nanti. ‘Bismillah’ yang 19 huruf saja nilainya 190 ganjaran,” paparnya dengan detail.
Ia menganjurkan bagi yang belum bisa membacanya untuk segera belajar. “Proses belajar membacanya saja sudah diganjar sepuluh kebaikan per huruf,” imbaunya.
Penutup: Fitrah Anak dan Tanggung Jawab Orang Tua
Mengutip sebuah hadits, Ustadz Umar mengingatkan bahwa setiap anak lahir dalam keadaan fitrah. Orang tualah yang kemudian membentuknya menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi.
“Majusi jiwanya panas dan ingin menguasai, Yahudi mementingkan dunia, Nasrani pasrah. Sedangkan Islam itu komplit: harus menguasai dunia, pasrah kepada Allah, dan membimbing Islam dalam diri,” jelasnya.
Ia menutup dengan mengkritik insiden di suatu kota dimana seorang kepala sekolah dilaporkan ke polisi hanya karena menampar siswa. “Dulu orang tua ikhlas anaknya didisiplinkan. Pemimpin harus lihat dulu, kenapa anak itu sampai didisiplinkan, jangan langsung tindak,” pesannya, menegaskan bahwa tanggung jawab mendidik generasi berkualitas adalah tugas kolektif keluarga, sekolah, dan negara.