Ahad, 19 Oktober 2025, suasana di Masjid Darul Arqom, Kota Pasuruan, terasa berbeda dari biasanya. Setelah shalat dhuha berjamaah, jamaah tidak langsung beranjak pulang. Mereka tetap duduk rapi, menyimak dengan khidmat sebuah ceramah yang dikemas dengan cara yang tidak biasa. Bukan sekadar kajian fiqih atau tafsir, melainkan ceramah kesehatan yang membangkitkan kesadaran baru tentang arti sehat dalam pandangan Islam. Dr. Eko S. Machfur, seorang dokter yang juga dikenal sebagai inovator di bidang pelayanan kesehatan masyarakat, tampil sebagai pembicara dengan tema yang menarik: “Meraih Sehat dengan Bahagia.”
Dr. Eko memulai ceramahnya dengan mengajak jamaah merenungkan kembali makna sehat yang selama ini sering disalahpahami. Menurutnya, banyak orang menganggap sehat hanya sebatas tidak adanya penyakit fisik—sebuah pengertian yang sempit dan tidak utuh. Ia menjelaskan bahwa dalam perspektif Islam, sehat tidak cukup hanya bermakna shiha, atau kondisi tubuh yang terbebas dari penyakit. Lebih dari itu, Islam mengenal konsep ’afiat, yaitu keadaan selamat dan terlindung dari segala bentuk penyakit, bencana, dan kesengsaraan, baik yang menimpa tubuh maupun jiwa, di dunia maupun di akhirat.
Makna ini, kata Dr. Eko, menempatkan kesehatan sebagai amanah besar yang melekat pada setiap Muslim. Menjaga tubuh dan pikiran agar tetap sehat bukan sekadar kebutuhan pribadi, melainkan bagian dari ibadah. Ia mengingatkan bahwa dalam banyak doa Rasulullah SAW, permohonan agar diberi ’afiat selalu disebutkan bersama dengan permohonan keimanan. “Artinya, sehat itu bukan hanya urusan medis, tapi juga urusan iman,” ujar Dr. Eko di hadapan jamaah yang tampak antusias.
Sebagai seorang dokter sekaligus dai, Dr. Eko mampu menjembatani dunia medis modern dengan ajaran Islam secara harmonis. Ia menyampaikan pilar-pilar dasar kesehatan fisik yang sederhana namun sering dilupakan: menjaga asupan gizi seimbang, rutin beraktivitas fisik, tidur yang cukup, mengelola stres, dan menjaga kebersihan. Namun, ia menekankan bahwa semua itu hanya satu sisi dari upaya menuju sehat sejati. Ada sisi lain yang lebih halus namun sangat menentukan, yaitu kesehatan jiwa dan pikiran.
Dalam sesi berikutnya, Dr. Eko mengulas tentang keterkaitan erat antara pikiran dan tubuh, atau yang dalam dunia medis dikenal sebagai hubungan psikosomatis. Ia menjelaskan bahwa banyak keluhan fisik yang sesungguhnya berakar dari gangguan emosional atau tekanan batin. “Kita sering mendengar orang yang tiba-tiba tidak bisa berjalan padahal hasil pemeriksaannya normal. Atau seseorang yang sering merasa nyeri dada tanpa sebab medis yang jelas. Itu bukti nyata bagaimana pikiran yang tertekan bisa menimbulkan reaksi biologis,” paparnya. Menurutnya, stres, kecemasan, dan kesedihan yang berkepanjangan mampu menurunkan daya tahan tubuh dan menjadi pintu masuk bagi berbagai penyakit fisik.
Untuk menjembatani keseimbangan antara tubuh dan pikiran, Dr. Eko memperkenalkan apa yang ia sebut sebagai kunci kebahagiaan biologis—aktivasi “hormon bahagia.” Ia menjelaskan bahwa ada empat hormon utama yang berperan besar dalam membentuk kebahagiaan dan kesehatan holistik manusia: dopamin, serotonin, endorfin, dan oksitosin. Keempat hormon ini, jika diaktifkan secara optimal, dapat memperkuat sistem kekebalan tubuh, meningkatkan energi positif, dan memperbaiki suasana hati.
Dopamin, kata Dr. Eko, adalah hormon motivasi dan kepuasan. Ia muncul ketika seseorang menyelesaikan tugas, mencapai target, atau mendapatkan apresiasi. Karena itu, setiap Muslim dianjurkan untuk memiliki tujuan hidup dan terus berusaha mencapainya, sekecil apa pun langkahnya. Serotonin, yang berfungsi menjaga kestabilan suasana hati dan rasa tenang, dapat dirangsang melalui ibadah, doa, zikir, dan kegiatan yang mendekatkan diri kepada Allah. “Ketika seseorang shalat dengan khusyuk, membaca Al-Qur’an dengan hati yang hadir, atau sekadar merenung di alam ciptaan-Nya, sebenarnya serotonin sedang aktif bekerja,” jelasnya.
Hormon berikutnya adalah endorfin, yang dikenal sebagai pereda nyeri alami tubuh. Ia dihasilkan melalui aktivitas fisik seperti olahraga, tertawa, dan melakukan hal-hal yang menyenangkan. Sedangkan oksitosin, hormon yang sering disebut hormon kasih sayang, muncul melalui sentuhan, pelukan, dan interaksi sosial yang penuh empati. Hubungan yang hangat dalam keluarga, antara suami dan istri, orang tua dan anak, atau antara sesama sahabat, dapat memperkuat kadar oksitosin dan menumbuhkan rasa aman.
Dr. Eko menegaskan bahwa semua mekanisme pengaktifan hormon bahagia ini sebenarnya telah diajarkan dalam Islam jauh sebelum dunia medis mengenalnya. Shalat berjamaah, zikir bersama, saling menolong, silaturahmi, dan bersedekah bukan hanya bernilai pahala, tetapi juga memiliki efek fisiologis yang menyehatkan. Dengan kata lain, ibadah bukan sekadar ritual spiritual, tetapi juga terapi biologis yang menjaga keseimbangan jiwa dan raga. “Kita tidak perlu mencari healing jauh-jauh atau membeli kebahagiaan dengan harga mahal. Kunci kebahagiaan sejati itu sudah diajarkan oleh Rasulullah SAW dalam kehidupan sehari-hari,” ujarnya disambut senyum para jamaah.
Menutup ceramahnya, Dr. Eko mengajak jamaah untuk memahami bahwa sehat bukan berarti bebas dari sakit selamanya. Sakit juga bagian dari ujian dan bentuk kasih sayang Allah. Ia menekankan pentingnya sikap qana’ah, menerima dengan lapang dada segala ketentuan-Nya. Orang yang mampu bersyukur ketika sehat dan bersabar ketika sakit akan mendapatkan ketenangan batin yang menjadi inti dari kesehatan sejati. Ia mencontohkan bagaimana banyak pasiennya yang meskipun menderita penyakit kronis tetap mampu hidup produktif dan bahagia karena memiliki semangat spiritual yang kuat.
Sebagai penutup, Dr. Eko membacakan ayat dari Q.S. Al-Anfal: 60 tentang pentingnya mempersiapkan kekuatan. Ia menafsirkan bahwa kekuatan yang dimaksud bukan hanya kekuatan militer atau fisik, tetapi juga kekuatan dalam menjaga kesehatan, kekuatan mental menghadapi cobaan, serta kekuatan iman untuk tetap bersyukur di setiap keadaan. “Kesehatan adalah ladang jihad yang paling dekat. Setiap langkah kita untuk menjaga tubuh, pikiran, dan iman agar tetap seimbang adalah bagian dari ikhtiar menuju ridha Allah,” ujarnya menutup dengan nada penuh semangat.
Ceramah tersebut meninggalkan kesan mendalam bagi jamaah Masjid Darul Arqom. Mereka pulang dengan pandangan baru bahwa sehat sejati bukanlah sekadar bebas penyakit, tetapi kemampuan untuk menikmati hidup dengan hati yang tenang, tubuh yang kuat, dan iman yang kokoh. Ceramah Dr. Eko S. Machfur ini menjadi pengingat bahwa kebahagiaan dan kesehatan adalah dua sisi dari satu mata uang yang sama—dan keduanya hanya dapat diraih ketika manusia menyelaraskan sains dengan spiritualitas, berikhtiar dengan sungguh-sungguh, serta berserah diri sepenuhnya kepada Allah.