Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering berinteraksi dengan banyak orang: rekan kerja, murid, tetangga, teman, bahkan orang yang baru sekali dua kali kita temui. Namun, tidak semua interaksi berjalan dengan lembut dan penuh penghargaan. Kadang, tanpa sadar, kita mengucapkan kata yang meremehkan, menunjukkan sikap yang merendahkan, atau memperlakukan orang lain seolah-olah mereka tidak memiliki nilai dan martabat. Padahal, memanusiakan manusia adalah prinsip dasar dalam kehidupan sosial dan spiritual. Setiap perilaku, bahkan yang kita anggap kecil, dapat meninggalkan luka yang dalam bagi orang lain.
Ada kalanya seseorang tampak diam, tidak membantah, tidak melawan, dan terlihat seolah-olah menerima perlakuan yang menyakitkan. Kita mengira bahwa mereka tidak keberatan. Kita merasa bahwa sikap kita wajar, tidak berbahaya, atau sekadar candaan. Padahal, diam bukan berarti tidak terluka. Diam bukan berarti tidak merasa sakit. Ada luka-luka yang disimpan, bukan diungkapkan. Ada rasa terzalimi yang ditahan, bukan diteriakkan. Dan justru di titik itulah letak bahayanya: ketika seseorang tidak mampu menyuarakan rasa sakitnya, ia hanya mampu menyerahkan semuanya kepada Sang Pembalas yang paling adil, Allah SWT.
Betapa mengerikannya jika ternyata perilaku kita, entah ucapan, candaan, sindiran, atau sikap meremehkan, menjadi penyebab seseorang terluka hingga memohon keadilan kepada Allah. Ketika doa orang yang terzalimi naik tanpa penghalang, tidak ada satu pun kekuatan di bumi yang mampu menghalanginya. Rasulullah SAW sendiri mengingatkan bahwa doa orang yang dizalimi itu mustajab, sekalipun ia tidak mengungkapkannya di depan pelaku. Kita mungkin tidak sadar bahwa tindakan kecil dari kita menjadi sebab seseorang menangis dalam sujudnya, meraung dalam doanya, dan mengadu kepada Penciptanya.
Oleh karena itu, berhati-hati dalam memperlakukan orang lain bukan sekadar adab sosial, melainkan amanah moral dan spiritual. Memanusiakan manusia berarti mengakui bahwa setiap orang memiliki perasaan, harga diri, dan beban hidup yang tidak selalu tampak di permukaan. Kita tidak pernah tahu luka apa yang sedang mereka bawa atau perjuangan apa yang tengah mereka sembunyikan. Sebuah senyum, ucapan lembut, atau sikap penuh hormat dapat menyelamatkan seseorang dari kelelahan batin. Sebaliknya, sebuah ejekan, sikap meremehkan, atau nada tinggi dapat menghancurkan hati seseorang yang tengah berjuang bertahan.
Dalam hidup, kita memang tidak selalu mampu bersikap sempurna. Namun, kita selalu mampu berusaha menjadi lebih peka. Terkadang, kita hanya perlu berhenti sejenak sebelum berkata. Kita hanya perlu menahan diri sebelum bereaksi. Dan kita hanya perlu mengingat bahwa manusia adalah ciptaan Allah yang dimuliakan. Ketika kita melukai manusia, kita sedang merusak sesuatu yang Allah sendiri perintahkan untuk dijaga. Hal ini sebagaimana termaktub dalam QS. Al-Maidah (5): 32 yang artinya, “Barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.”
Makna ayat ini sangat luas; tidak hanya tentang menyelamatkan nyawa secara fisik, tetapi juga menjaga martabat, perasaan, kehormatan, dan kesehatan batin seseorang. Memelihara kehidupan bukan sekadar menolong di saat bahaya, tetapi juga menghindarkan seseorang dari rasa terluka, terhina, atau terzalimi.
Ayat ini mengajarkan bahwa:
- Setiap manusia memiliki nilai yang besar.
- Menjaga manusia berarti menjaga kemanusiaan.
- Menyakiti seseorang berarti menentang nilai besar yang Allah tetapkan.
- Kita harus berhati-hati dalam memperlakukan orang lain.
- Memanusiakan manusia adalah bagian dari ketaatan dan kemuliaan akhlak.
Jika suatu hari kita menjadi penyebab seseorang diam dalam sakitnya, itu adalah peringatan terbesar bagi kita. Sebab, ketika manusia tidak mampu membalas atau menyuarakan rasa terlukanya, ia menyerahkan segalanya kepada Allah. Dan ketika Allah yang bertindak, balasan-Nya datang dengan keadilan yang sempurna, sering kali dalam cara yang tidak pernah kita duga dan dapat mengguncang hati.
Karena itu, berhati-hatilah dalam memperlakukan sesama. Luka yang tak terlihat bukan berarti tidak nyata, dan doa orang yang terzalimi dapat menjadi penentu takdir yang tidak mampu kita hindari. Semoga kita semua diberi kemampuan untuk memperlakukan setiap orang dengan hormat, kelembutan, dan kehati-hatian. Sebab, memanusiakan manusia bukan hanya kewajiban sosial, tetapi cermin dari kedewasaan iman.











