Pasuruan, 14 September 2025 – Dalam upaya konkret mewujudkan visi keadilan hukum yang inklusif, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Muhammadiyah Kota Pasuruan mengadakan kegiatan sosialisasi dan konsultasi hukum gratis di Masjid Darul Arqom, Kota Pasuruan. Acara menjadi ajang bagi LBH Muhammadiyah untuk memperkenalkan diri dan mengukuhkan komitmen mereka dalam memberikan pendampingan hukum secara profesional dan cuma-cuma kepada masyarakat, tanpa memandang status sosial dan ekonomi.
Kegiatan ini merupakan bagian dari misi LBH Muhammadiyah untuk menjadi mitra strategis masyarakat dalam menghadapi persoalan hukum yang sering kali terasa rumit dan sulit dijangkau. “Kami hadir sebagai wujud nyata komitmen Muhammadiyah dalam menyediakan solusi atas berbagai persoalan hukum yang dihadapi masyarakat,” ujar Ibu Angkor Watiesa, Wakil Ketua LBH Muhammadiyah Kota Pasuruan, dalam pemaparannya. Ia menambahkan, tujuan utama dari kegiatan ini adalah untuk mendekatkan akses keadilan, khususnya bagi masyarakat kurang mampu yang sering kali terbentur biaya dan informasi.
Sebagai sebuah lembaga yang juga dikenal dengan sebutan LBH Advokasi Publik Muhammadiyah, mereka memiliki serangkaian layanan utama yang dirancang untuk mencakup spektrum permasalahan hukum yang luas. Layanan pertama adalah Konsultasi Hukum Gratis, di mana masyarakat dapat berkonsultasi langsung di kantor LBH di PDM atau melalui telepon. Layanan ini menjadi pintu gerbang awal bagi masyarakat untuk mendapatkan pemahaman dasar mengenai masalah hukum yang mereka hadapi.
Selain konsultasi, LBH juga menyediakan Bantuan Hukum Gratis secara menyeluruh. Bantuan ini mencakup pendampingan di pengadilan (litigasi) maupun di luar pengadilan, seperti mediasi.
“Dalam setiap kasus, tim kami selalu mengedepankan pendekatan win-win solution dan mengutamakan edukasi hukum agar masyarakat dapat memahami hak-hak dan kewajiban mereka,” jelas Ibu Anggi Anggoro Wati.
Pendekatan ini menunjukkan bahwa LBH Muhammadiyah tidak hanya berfokus pada penyelesaian kasus, tetapi juga pada pemberdayaan masyarakat melalui pengetahuan.
Program lainnya yang tak kalah penting adalah Penyuluhan dan Edukasi Hukum. Melalui program ini, LBH secara aktif mengadakan penyuluhan di berbagai tempat, seperti sekolah dan organisasi, dengan tujuan utama meningkatkan kesadaran hukum masyarakat. Hal ini diharapkan dapat menjadi upaya preventif, sehingga masyarakat tidak hanya mampu menyelesaikan masalah, tetapi juga mencegahnya.
LBH Muhammadiyah juga berperan dalam Penguatan Perjuangan Kepentingan Masyarakat. Mereka tidak hanya membantu individu dalam kasus perdata atau pidana, tetapi juga melakukan kajian kebijakan dan memberikan masukan kepada pihak terkait. Ini menunjukkan peran LBH yang lebih luas, yaitu sebagai agen perubahan sosial yang peduli terhadap isu-isu keadilan publik.
Untuk mempermudah masyarakat melaporkan masalah, LBH menyediakan Pusat Pengaduan Masyarakat (Pusku) yang siap menerima berbagai laporan, mulai dari masalah perdata, pidana, ketenagakerjaan, hingga isu keluarga dan kebijakan publik. Terakhir, LBH Muhammadiyah memiliki perhatian khusus pada isu-isu gender dengan menyediakan Bantuan Khusus Perempuan dan Anak, yang sering kali menjadi kelompok rentan dalam persoalan hukum.
Masyarakat Antusias, LBH Berikan Solusi Hukum Konkret
Sesi tanya jawab menjadi bagian paling interaktif dan dinanti-nanti dalam acara ini. Berbagai pertanyaan dari audiens mencerminkan kompleksitas masalah hukum yang dihadapi masyarakat sehari-hari. Salah satu pertanyaan yang paling menarik perhatian datang dari seorang penanya yang khawatir tentang nasib tanah non-Sertifikat Hak Milik (SHM) setelah adanya informasi di media sosial mengenai batas waktu sertifikasi. Ia khawatir tanah milik masyarakat kurang mampu akan “direbut” oleh negara.
Menanggapi kekhawatiran ini, tim LBH menjelaskan bahwa mulai tahun 2026, semua kepemilikan tanah yang belum bersertifikat (seperti letter C atau petok) akan wajib diubah menjadi SHM. Kebijakan ini, yang merupakan bagian dari upaya pemerintah mendigitalisasi data pertanahan, bertujuan agar seluruh informasi kepemilikan tanah di Indonesia dapat terekam secara elektronik dan mudah dicek melalui aplikasi “Sentuh Tanah”. Untuk mempermudah proses ini, masyarakat bisa memanfaatkan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) atau Prona yang menawarkan biaya lebih ringan dan proses lebih cepat.
Jika ada yang terlewat dari batas waktu, status tanah memang bisa terancam diakui oleh negara, namun tim LBH memberikan penekanan bahwa jika pemilik sudah mengajukan permohonan sebelum batas waktu, biasanya ada toleransi. Tim LBH menyarankan agar masyarakat segera mengurus sertifikasi agar tidak terkena dampak buruk dari aturan baru ini. Mereka juga mengingatkan bahwa jika ada perbedaan data diri di sertifikat dengan KTP, pemilik dapat datang langsung ke Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) dengan seluruh dokumen identitas yang sudah sinkron untuk perbaikan data.
Pertanyaan lain yang juga krusial adalah mengenai penjualan rumah warisan. Seorang penanya menanyakan prosedur penjualan rumah yang sertifikatnya masih atas nama suami yang sudah meninggal. Tim LBH menegaskan bahwa orang yang sudah meninggal tidak dapat melakukan tindakan hukum, termasuk jual beli. Oleh karena itu, prosedur yang harus ditempuh adalah balik nama sertifikat kepada ahli waris terlebih dahulu. Prosedur ini dimulai dengan mengurus surat keterangan waris atau penetapan ahli waris dari Pengadilan Agama, baru kemudian dibawa ke BPN untuk proses balik nama. Setelah sertifikat berhasil dibalik nama ke nama ahli waris, barulah Akta Jual Beli (AJB) dapat dibuat dan sertifikat dapat dibalik nama ke pembeli.
Membahas isu warisan lainnya, seorang penanya mengemukakan kasus anak-anak yatim yang sertifikat tanah warisannya masih atas nama paman mereka yang juga sudah meninggal. Tim LBH menjelaskan bahwa dibutuhkan persetujuan dari ahli waris paman tersebut, dan prosesnya adalah balik nama waris terlebih dahulu dari paman ke anak-anaknya. Jika ahli waris paman ingin memberikan tanah tersebut kepada keponakan, maka prosesnya harus melalui akta hibah.
Sebagai penutup, acara ini juga menyinggung isu sosial yang relevan, yaitu penggunaan ponsel pada anak. Menyadari bahwa melarang total penggunaan ponsel tidak lagi realistis di era digital, LBH Muhammadiyah menyarankan solusi yang lebih praktis, yaitu dengan membuat aturan ketat dengan pengawasan orang tua. Orang tua juga bisa memanfaatkan fitur parental control seperti Pengaturan Google untuk membatasi akses konten sesuai umur.
Tim LBH juga mengajak orang tua untuk mengarahkan anak menggunakan ponsel untuk hal-hal produktif, seperti mencari materi pelajaran. Untuk masalah keluarga dan anak yang lebih dalam, audiens diarahkan untuk menghubungi Ibu Minis dari Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga), yang juga merupakan anggota LBH Muhammadiyah.
Acara ini ditutup dengan apresiasi dari tim LBH Muhammadiyah Kota Pasuruan atas antusiasme audiens. Mereka menyediakan kontak personal untuk konsultasi lebih lanjut, memastikan bahwa pintu bantuan hukum mereka selalu terbuka bagi siapa pun yang membutuhkan. Kegiatan ini tidak hanya memberikan jawaban atas berbagai pertanyaan hukum, tetapi juga menumbuhkan harapan bahwa keadilan hukum dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat.
Editor: Marjoko