Keberadaan Bidang IMMawati dalam struktur organisasi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) seringkali menjadi sorotan dan memicu perdebatan yang menarik. Di satu sisi, pembentukan bidang khusus yang secara eksplisit mengurusi isu-isu dan pemberdayaan kader perempuan ini dipandang sebagai langkah progresif untuk mengakomodasi kebutuhan serta aspirasi aktivis perempuan. Namun, di sisi lain, muncul pertanyaan kritis apakah keberadaan bidang ini justru secara tidak sadar menciptakan sekat diskriminatif dan menghambat partisipasi perempuan dalam kepemimpinan yang lebih luas di tubuh IMM.
Pihak yang mendukung keberadaan Bidang IMMawati berargumen bahwa wadah ini esensial untuk memastikan bahwa suara, perspektif, dan kebutuhan aktivis perempuan tidak terpinggirkan dalam dinamika organisasi yang secara historis mungkin didominasi oleh perspektif laki-laki. Mereka percaya bahwa melalui Bidang IMMawati, isu-isu spesifik yang dihadapi oleh perempuan, seperti kekerasan berbasis gender, kesehatan reproduksi, dan pengembangan kepemimpinan perempuan, dapat diadvokasi dan direspon secara lebih fokus. Sebagaimana ditegaskan oleh Nasyiatul Aisyiyah, organisasi otonom Muhammadiyah yang bergerak di kalangan perempuan muda, “Perempuan memiliki pengalaman dan perspektif yang unik, yang perlu diartikulasikan dan diperjuangkan dalam ruang publik dan organisasi.” (Majalah Suara Aisyiyah, edisi khusus).
Lebih lanjut, pendukung bidang ini melihatnya sebagai inkubator kepemimpinan dan ruang aman bagi aktivis perempuan untuk mengembangkan diri, mengasah keterampilan organisasi, dan membangun solidaritas. Melalui forum-forum diskusi, pelatihan, dan program-program yang diselenggarakan oleh Bidang IMMawati, kader perempuan dapat memberdayakan diri dan mempersiapkan diri untuk peran kepemimpinan yang lebih besar di masa depan.
Namun, pandangan yang kritis terhadap keberadaan Bidang IMMawati mempertanyakan apakah pemisahan isu perempuan dalam bidang khusus ini justru tidak secara implisit melanggengkan anggapan bahwa isu perempuan adalah isu “terpisah” dan bukan merupakan tanggung jawab seluruh anggota IMM. Mereka khawatir bahwa keberadaan bidang ini dapat menyebabkan anggota laki-laki merasa bahwa isu-isu perempuan adalah “urusan” Bidang IMMawati semata, sehingga menghambat upaya kolektif untuk mencapai kesetaraan gender di seluruh lini organisasi.
Kritik ini sejalan dengan pemikiran bell hooks yang mengingatkan tentang potensi “politik identitas” untuk justru memecah belah gerakan sosial jika tidak diiringi dengan kesadaran akan interkoneksi berbagai bentuk penindasan. Dalam konteks IMM, fokus yang terlalu eksklusif pada Bidang IMMawati dikhawatirkan dapat menghambat integrasi perspektif gender dalam seluruh program dan kebijakan organisasi.
Keberadaan Bidang IMMawan??

Abdul Musawir Yahya, Ketua Umum DPP IMM Periode 2021-2023 dalam Agenda Halal Bi Halal IMM Jawa Timur Menyampaikan “Kalau Ada Bidang IMMawati Harusnya Juga Ada Bidang IMMawan”. Gagasan untuk membentuk Bidang IMMawan sebagai padanan Bidang IMMawati memunculkan pertanyaan menarik tentang simetri dan kebutuhan organisasi. Jika Bidang IMMawati ada untuk secara spesifik memberdayakan dan mengakomodasi kebutuhan kader perempuan akibat adanya ketidaksetaraan gender, maka secara logika, pembentukan Bidang IMMawan akan relevan jika ditemukan isu-isu sistematis yang secara khusus menghambat kader laki-laki dalam berorganisasi dan mencapai potensi mereka di IMM. Namun, mengingat konteks historis dan sosial di mana perempuan seringkali menghadapi tantangan struktural yang lebih besar dalam partisipasi dan kepemimpinan, urgensi pembentukan Bidang IMMawan mungkin tidak sekuat Bidang IMMawati yang bertujuan mengatasi ketidakseimbangan tersebut. Alih-alih menciptakan bidang yang terpisah, fokus utama sebaiknya adalah mewujudkan kesetaraan dan inklusivitas gender dalam seluruh struktur dan program IMM, sehingga kebutuhan dan potensi seluruh kader, tanpa memandang jenis kelamin, dapat terakomodasi secara optimal.
Selain itu, muncul pertanyaan mengenai alokasi sumber daya dan kewenangan Bidang IMMawati. Jika bidang ini tidak memiliki dukungan anggaran dan akses yang memadai dalam pengambilan keputusan strategis organisasi, maka potensinya untuk membawa perubahan yang signifikan akan terbatas. Idealnya, Bidang IMMawati harus berfungsi sebagai motor penggerak perspektif gender ke dalam seluruh aspek gerakan IMM, bukan hanya sebagai unit yang bergerak secara terpisah.
Polemik mengenai Bidang IMMawati sebagai wujud pemberdayaan atau justru potensi diskriminasi adalah dialektika yang sehat dalam upaya mencapai organisasi yang lebih inklusif dan responsif terhadap kebutuhan seluruh anggotanya. Keberadaan bidang ini dapat menjadi instrumen pemberdayaan yang efektif jika diiringi dengan komitmen yang kuat dari seluruh elemen IMM untuk mengarusutamakan perspektif gender dalam setiap gerakannya. Ini berarti memastikan representasi perempuan yang signifikan dalam semua tingkatan kepemimpinan, mengintegrasikan analisis gender dalam setiap perumusan kebijakan, dan membangun kesadaran gender di kalangan seluruh anggota.
Pada akhirnya, tujuan ideal adalah menciptakan kondisi di mana isu-isu perempuan menjadi isu bersama seluruh anggota IMM, dan aktivis perempuan memiliki ruang dan kesempatan yang setara untuk berkontribusi dalam seluruh aspek organisasi, tanpa merasa dibatasi oleh sekat-sekat struktural. Bidang IMMawati dapat menjadi jembatan menuju tujuan ini, asalkan fungsinya tidak hanya terbatas pada penanganan isu-isu perempuan secara eksklusif, tetapi juga sebagai advokat dan fasilitator integrasi perspektif gender dalam seluruh gerak langkah IMM.
Penulis : Wildan Miftahul Ilmi Kader IMM Pasuruan Raya